Oleh : Lita Oktaviani
Lagi.masih sama dengan kondisi pada hari-hari sebelumnya.mereka- manusia-manusia dengan cadar hijau ,tetap dengan kesibukan masing-masing,berseliweran di bawahku .Seperti pagi ini,aku baru saja menyapa sang mentari,belum ada yang berubah, benda berwarna hijau itu masih menghiasi wajah mereka.
“mataharinya nggak kelihatan”
“kalau begini terus, kita bisa mati”
“sudah ada yang meninggal karena bencana
ini”
“nafas jadi sesak”
“kapan bencana ini berakhir”
Bencana? Bencana apa? Apa maksud dari
orang-orang bercadar hijau dengan bencana? Mengapa mereka memakai benda hijau
itu? belum terjawab pertanyaanku, angin datang membawa kabar.
“ jumlah manusia bercadar hijau semakin
banyak”
“benarkah?”
Angin mengangguk pasti.
“kamu tahu apa penyebabnya?”
Angin menggeleng. Aku terdiam,kembali.
“ ada apa ini? Mengapa mereka menutupi
sebagian wajah mereka? Apa ada bau yang tidak enak yang menyebar? Tapi aku
tidak mencium apa-apa. Tanda Tanya besar masih bergelantungan dipikiranku.
Pagi dengan suasana yang sama,benda
hijau itu terpasang di setiap wajah manusia yang ku temui. “Sepertinya mereka
sangat menyukai benda itu” pikirku. Kemana ku menghadapkan wajahku,yang
terlihat selalu dan selalu benda hijau itu. apa sih bagusnya benda itu? mengapa
mereka rela membuat nafas mereka sesak? Mengapa mereka tidak lepaskan saja
benda itu? apa sih enaknya memakai benda itu? aku bermain-main dengan
persepsiku sendiri.
Hari telah menjelang siang,seharusnya
cahaya matahari bersinar terik,tapi kali ini beda. Langit masih terlihat
sedikit gelap,tapi sepertinya kondisi langit tidak berdampak pada aktivitas
manusia-manusia bercadar hijau. Mereka tetap bekerja walau dengan benda hijau
yang masih setia bertengger diwajah dan aku….masih belum menyadari penyebabnya.
Sudah seminggu lebih aku memperhatikan
manusia-manusia itu dan sekarang aku bosan. Aku ingin jalan-jalan,melihat
hal-hal baru di daerah lain. Ku panggil angin,memintanya mengantarkanku. Daerah
yang ku singgahi ternyata tak jauh beda dengan daerah sebelumnya. Ada gedung
yang tinggi, kendaraan yang hilir mudik dan….apa itu? dihadapanku terbentang
lahan dengan pepohonan berwarna hitam legam. Setahuku,pohon berwarna hijau,tapi
ini……? Ku telusuri terus lahan ini. “mungkin di ujung sana ada warna yang
berbeda” pikirku.namun malang bagi
indera penglihatanku,ia tidak menerima pantulan warna yang berbeda,kecuali satu,hitam.
“Jangan…jangan…” ku minta angin
mempercepat gerakannya menuju pusat kota.
benar dugaanku,benda hijau itu lagi.
“angin,kita ke utara”
Aku terus memperhatikan setiap objek
dibawahku. Di kejauhan,aku melihat titik hitam yang bergerak.
“angin,kita kesana” ku arahkan jari
tunjukku.
Sekelompok manusia memanggul,yang dalam
bahasa manusia disebut keranda. Hatiku miris,terngiang ucapan manusia-manusia
bercadar hijau tempo hari. Ku lanjutkan perjalananku menuju bangunan yang biasa
merawat orang-orang sakit. Terlihat anak-anak kecil dengan benda yang terbuat
dari besi yang berisi oksigen didalamnya terpasang di hidung mereka.
“Tuhan…apakah aku penyebab semua ini?”
Bayangan keranda, anak-anak dengan
tabung oksigen,manusia-manusia dengan masker melintas di hadapanku layaknya
slide. Aku menangis,air mataku bersatu dengan hujan yang turun. Terdengar
ucapan syukur dari manusia-manusia bercadar hijau.
“ Tuhan…aku hanyalah hasil dari
perbuatan manusia yang serakah. Merekalah penyebab kehadiranku,tapi kenapa aku
yang disalahkan? bukan aku penyebab kematian itu,bukan aku penyebab nafas-nafas
menjadi sesak tapi mereka,manusia yang hanya memikirkan keuntungan pribadi
semata.
Airmataku kian
deras,bersamaan dengan semakin menebalnya aku dan benda penutup sebagian wajah
manusia yang berwarna hijau semakin banyak.image source
Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online
wow, your strory is interesting and fenomenal,,,
ReplyDelete