Fadil Ahmadhia Warman, Alumni MA Perguruan Islam Ar Risalah
Pendidikan
adalah hal yang penting bagi suatu bangsa. Bahkan pada masa Orde Lama,
pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun. Tak ada yang boleh putus dari
sekolah minimal sampai SMP. Namun, dewasa ini pendidikan yang hanya sampai
tingkat SMP tak bisa dipakai untuk dunia pekerjaan. Minimal harus sampai DIII.
Ijazah
yang didapat setelah lulus, itulah yang akan dibawa kemana-mana. Dengan
mencantumkan nilai-nilai yang telah didapat. Apabila nilai yang kita bawa
adalah nilai dari hasil murni tanpa contekan maka kita akan bangga. Tapi, jika
nilai itu adalah dari hasil mencontek, bertanya dari orang lain, atau dari
jalan kebohongan lainnya apakah kita akan bangga dengan ijazah tersebut?
Nilai
di ijazah tersebut adalah hasil dari ketidakjujuran. Bagaiaman hal ini akan
membuat kita bangga dalam dunia pekerjaan? Marilah kita berkaca pada
negara-negara maju. Mereka tak membiarkan siswa-siswanya mencontek. Berbeda
dengan negara Indonesia tercinta ini. Para guru‒entah untuk alasan
apa‒memberikan kunci jawaban ujian nasional kepada para siswa. Mereka membuat
soal UN, namun membocorkan jawaban dari soal-soal tersebut. Buat apa ujian
kalau jawabannya telah diketahui dan disebarluaskan?
Kesadaran
para siswa akan kejujuran dalam ujian masih kurang. Masih banyak ditemukan
siswa yang mencontek, padahal telah disediakan CCTV di berbagai tempat. Pihak
sekolah diharapkan lebih menjaga hal ini. Karena dari budaya mencontek di
sekolah saat ujian maka mereka akan terbiasa dalam dunia pekerjaan yang akan
mereka bawa pada dewasa nanti. Jika kita berkaca pada pemerintah Indonesia yang
sedari dulu, mereka lebih banyak tidak jujur dan dusta. Mereka gadaikan
kepentingan rakyat demi memenuhi kepentingan pribadai. Mereka penuhi
perut-perut mereka dengan uang haram yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat.
Perilaku pemerintah yang seperi ini bisa jadi karena mereka di masa mudanya
telah terbiasa berperilaku tidak jujur, seperti mencontek saat ujian.
Berapa
banyak kita menemukan pejabat negeri ini yang berperilaku jujur? Seorang polisi
yang seharusnya bertugas mengayomi masyarakat rela menjual kepentingan rakyat
untuk mengikuti nafsu belaka. Mereka meminta uang kepada rakyat kecil, jika
mereka menilang. Padahal sudah jelas aturan yang berlaku di Indonesia.
Negeri
ini adalah negeri seribu aturan, tertata rapi dalam berbagai aturan tertulis
dan telah dibukukan. Namun, bagaimana pelaksanaannya? Aturan itu menguap begitu
saja dan tidak dipentingkan. Mereka mengenyampingkan seluruh aturan itu dan
menganggapnya sebagai tulisan yang tak ada ikatan dengan dirinya. Berapa banyak
pemerintah kita yang disumpah dengan Al-Quran dan kitab suci agama mereka,
namun apakah ada efek? Dapat dihitung dengan jari aparat yang berlaku jujur
setelah disumpah.
Perilaku
jujur sangat diperlukan dalam kehidupan. Bagaimana tidak? Seorang yang berlaku
jujur lebih diutamakan daripada orang yang mulutnya penuh dusta. Masih ingatkah
kita dengan seorang nabi palsu, Musailamah Al-Kazzab serta para pendusta
lainnya. Bagaimanakah akhir dari kehidupan mereka? Mereka hancur dan mendapat
murka dari Allah.
Marilah
kita mulai dari diri sendiri untuk jujur dalam setiap keadaan. Mulailah dari
hal kecil dulu, misalnya kita jujur dalam ujian. Usahakan dan cam-kan pada diri
kita agar tak menoleh kiri-kanan. Jawablah setiap soal dengan yang termudah
dulu. Biarkan soal yang sulit, jika waktunya masih tersisa maka kembali ke soal
yang tadi dan jawab semampu kita. Yakinlah bahwa tak ada kebanggaan yang
didapat dari curang dalam ujian. Apa gunanya nilai 100 tapi dari hasil
mencontek? Itu adalah kebanggan yang semu dan tidak berperikemanusiaan.
Penulis
mengajak kepada pembaca yang budiman agar selalu berperilaku jujur dalam setiap
keadaan. Mulailah dari sekarang. Kalau bukan sekarang kapan lagi? Kalau bukan
kita siapa lagi? Sesungguhnya Islam dibawa oleh orang-orang yang jujur.
No comments:
Post a Comment