Kenapa ngga mau gabung kajian Islam di kampus?
Ngga ah, ntar dilarang dengerin musik sama pacaran....
Kalimat yang seringkali diucapkan oleh orang umum, yang
sebenarnya tertarik untuk mempelajari agama dengan lebih intens, namun ada kekhawatiran,
sesuatu yang disukainya akan hilang jika bergabung dengan kelompok tersebut.
Inilah tantangan dakwah hari ini.
Banyak yang melihat dakwah kampus itu kaku dan tidak kenal
ampun bagi siapapun yang berbeda dengan mereka. Eksklusif bagi orang-orang
tertentu saja yag mampu meninggalkan kenikmatan dunia, sementara saya
sepertinya belum sanggup meninggalkan hal tersebut. Mungkin itu yang ada di
benak mereka.
Segitunya ya?
Dan jika kita berbaik badan akan orang-orang seperti ini,
maka dakwah kita hanya akan jalan di tempat, alias yang akan masuk dan
bergabung yang itu-itu aja, yang sudah terbina sejak sekolah menengah, dan
kemudian meneruskannya disaat kuliah.
Bagi kader yang merasa dirinya steril atau merasa takut
terkontaminasi, maka wajar jika dia membatasi dirinya untuk bergaul dengan
orang yang dirasa akan menggoyahkan akidahnya. Namun yang menjadi urgensi
adalah kita mendidik dan memantapkan paradigma keimanan kader ini agar menjadi
imun, atau mampu bertahan di segala kondisi yang ada di sekitarnya. Dia menjadi
tidak takut jika harus berhadapan dengan orang yang berbeda pandatau ngan
dengannya malah dia mampu mewarnai lingkungan sekitarnya sesuai dengan
pemahaman keagamaan yang dimilikinya.
Kembali pada takutnya calon kader yang akan masuk dan ikut
serta dalam kajian pada dilarangnya kesukaannya akan musik.
Saya pernah merenung, apakah dakwah hanya sekedar musik
saja? Bukankah dia memiliki banyak kesempatan untuk memperbesar tugas dan
fungsinya sebagai khalifah di muka bumi?
Dia memiliki kesempatan untuk mengaktualisasikan
kemampuannya di bidang analisis ayat qur’an. Atau mungkin dia memiliki
kesempatan untuk mengasah kemampuannnya sebagai pembicara publik yang memiliki
kemampuan memukau pendengarnya.
Selain itu di juga memiliki kesempatan untuk menjadi seorang
hafidz, atau ahli hadits, atau apapun yang mungkin bisa ditawarkan oleh
komunitas ini. Lalu mengapa dia takut bergabung dengan gerbong dakwah ini?
Apakah dia pernah trauma ditegur masalah musik atau termasuk yang terkondisikan
bahwa anak masjid adalah orag-orang yang membenci musik?
Maka mungkin inilah kesempatan kita untuk memperbaiki diri,
dan memberikan pengertian ada banyak hal bisa dilakukannya di dalam komunitas
ini, bergabunglah dan jangan khawatir akan dibenci jika dia suka musik di awal. Secara perlahan
berikan pemahaman bahwa musik tidaklah dilarang, namun jika apa yang kita
lakukan sampai melalaikan kewajiban sebagai Hamba Allah, maka itulah yang harus
diwaspadai.
Secara naluriah, manusia akan berusaha berdaptasi dengan
lingkungannya. Jika lingkungan tersebut tidak suka dengan musik, maka secara
perlahan dia akan dengan sendirinya mengurangi kebiasaannya tersebut. Namun
kunci untuk dia mau melakukannya dengan sadar adalah dia harus merasa diterima
dulu dalam lingkungan tersebut.
Begitu pula dengan pacaran, awalnya terima dulu mereka yang masih melegalkan institusi pacaran, namun secara pelan mereka dierikan pemahaman bahwa bukan pacarannya yang dilarang, namun mendekati zina itu yang diusahak sekuat usaha dan tenag untuk dijauhi.
Terima seorang yang baru bergabung dengan hati yang riang,
sehingga dia merasa disinilah tempat yang seharusnya dia berada. Dan secara
perlahan dia akan berusaha memberikan kontribusi terbaiknya dalam jamaah.
Semoga dengan semakin berkembangnya kondisi masyarakat
menjadikan keluwesan kader juga meningkat, sehingga mampu menarik lebih banyak
hamba Allah yang berusaha kembali ke jalanNYA.
No comments:
Post a Comment