Kembali hari ini saya menemukan seorang mahasiswi bidang
pendidikan yang menetapkan cita-citanya tidak akan menjadi guru. Walaupun ia
terdaftar sebagai mahasiswi perguruan tinggi negeri di jurusan pendidikan
matematika.
Saya mencoba menggali lebih jauh, apa latar belakang ia
memilih untuk tidak menjadi guru
Jawabannya ternyata cukup sederhana...
“Saya pernah trauma dengan salah satu guru saya, sehingga
saya memilih untuk tidak menjadi guru. Saya merasa tugas dan tanggung jawab
guru itu sangat besar, dan saya takut gagal dalam menjalaninya”
Saya mencoba bertanya “apa semua guru anda seperti itu?”
“Tentu saja tidak, ada juga guru saya yang baik, namun saya
khawatir, karena trauma saya tersebut dapat menjadikan saya seperti guru
tersebut”
“Jika memang tidak seluruh guru anda yang seperti itu, maka
mengapa anda hanya berfokus pada satu orang saja dan melupakan kebaikan
lainnya? Sepertinya ada ketidak adilan disini”
Saya menambahkan “Kita sering kali berfokus hanya pada nilai
negatif dari sebuah kejadian dan melupakan banyak kebaikan yang mungkin
terkandung di dalamnya. Dan itulah yang seharusnya kita lakukan sebagai
manusia. Mencari sebaik-baiknya makna”
“Saya merasa tidak siap menjadi guru, karena kemampuan saya”
Saya mencoba menjelaskan “Kita tidak akan pernah tahu,
apakah kita mampu atau tidak, siap atau tidak siap, dan banyak kekhawatiran
lainnya, hingga kita menjalani hal tersebut. Tugas kita selanjutnya dalam
melaksanakan hal tersebut adalah melakukan sebaik-baiknya. Dan hal tersebut
adalah proses, bukan hasil”
“Karena proses yang baik Insya Allah akan melahirkan hasil
yang baik. Jika diawal kita melakukan kesalahan, maka itulah kita sebagai
manusia, ada banyak ruang untuk perbaikan di dalam proses hidup kita
sehari-hari. Dan selalu melakukan perbaikan dalam proses hidup kita
sehari-hari, itulah yang sebaiknya kita lakukan dalam rangka menuju surga”
“Lho kok surga sih pak, kan masih banyak waktu di dunia?”
“Ya... Betul sekali, tapi selama kita hidup di dunia,
sesungguhnya masih banyak yang harus diperbaiki dalam diri kita, karena kita
sebagai manusia jauh dari kata sempurna. Dan menurut saya surga itu disediakan
bagi orang-orang yang terus menerus berusaha memperbaiki dirinya, sehingga
surga itulah sebaik-baik tempat kembali”
“iya pak, rasanya besar sekali tugas dan tanggung jawab
seorang guru itu”
“Kekuatan yang besar memiliki tanggung jawab yang besar.
Jika menjadi guru menurutmu itu punya tanggung jawab yang besar, maka
sebenarnya disana ada kekuatan yang juga besar, dimana kita bisa menggerakkan
manusia untuk menjadi lebh baik dengan ilmu yang kita ajarkan”
“Tapi pak, saya guru matematika lho, cap pelajaran susah ini
juga jadi beban buat saya”
“Kenal multiple intelligences?” saya mencoba bertanya
“Iya pak, karena setiap orang sesungguhnya berbeda tingkat
kecerdasannya, tidak semua orang berbakat di matematika”
Saya kembali menerangkan “Nah itu kamu sudah paham, tugas
kita sebagai guru menurut saya bukan menjadikan semua siswa pintar matematika.
Tapi bagaimana mereka menyukai matematika, itu yang jauh lebih penting. Karena
pada hakikatnya manusia suka belajar. Tapi karena seringkali mereka merasa hal
tersebut adalah sesuatu yang berat, maka mereka mulai meninggalkannya”
“Kita di Indonesia hari ini sedang darurat guru yang bercahaya,
karena banyak guru hari ini menjalankan profesinya sekedar coba-coba, daripada
menganggur lebih baik jadi guru. Ini yang perlu diperbaiki”
“Sebuah fakta yang juga membuat saya cukup prihatin adalah
jurusan ilmu pendidikan diisi oleh orang-orang yang menjadikan jurusan tersebut
sebagai pilihan kedua atau malah pilihan ketiga dalam masuk universitas”
“Wah, saya banget itu pak. Pendidikan matematika adalah
pilihan ketiga buat saya, dan saya sudah mengulang 3 kali seleksi penerimaan
mahasiswa baru perguruan tinggi negeri. Namun kesemuanya gagal”
“Bukankah itu seharusnya jadi tanda untukmu?” tukas saya.
“Maksudnya pak?”
“Bisa jadi itu adalah tanda dari Allah kalau anda itu memang
ditakdirkan untuk menjadi guru. Kenapa tidak sekalian saja menjadi guru yang luar
biasa? Yang mampu menginspirasi siswanya dalam belajar. Tidak hanya belajar
ilmu matematika, namun juga ilmu hidup yang bisa anda bagi dengan mereka?”
“Sehingga salah fungsi guru yaitu juga sebagai motivator
bisa terwakili dengan hadirnya anda di ruang-ruang kelas. Jika paradigma mereka
mampu anda rubah, maka pada dasarnya anda sudah mampu merubah separuh dari
perjalanan hidupnya”
“Jadi sebaiknya saya sekalian saja menjadi guru yang bapak
sebutkan tadi ya?”
“Mengapa tidak?” Tukas saya. “Karena menjadi guru yang
bercahaya yang kita dapatkan tidak hanya dunia, namun ilmu yang bermanfaat yang
bisa jadi bekal kita di akhirat kelak. Dan bukankah itu yang selalu kita
impikan?” Jawab saya
“Baiklah pak, sepertinya bapak sukses mengubah paradigma
saya tentang bagaimana menjadi guru yang baik itu”
Saya pun kembali menekankan “jika paradigma anda berhasil
berubah dengan pertemuan singkat ini, saya harap anda juga mampu merubah
paradigma siswa anda, karena paradigma yang benar akan membantu menuntun kepada
jalan yang benar”
“Baik pak, terima kasih banyak” Jawabnya sebelum
menyampaikan salam perpisahan.
Saya pun merenung dala hati, jika masih banyak guru atau
calon guru yang memiliki paradigma seperti itu, maka saya berdoa semoga Allah
memberikan saya banyak kesempatan untuk memperbaikinya.
No comments:
Post a Comment