Irga
Mudja SB
Senja itu, di pesisir pantai Padang
terlihat jejeran kapal – kapal para nelayan yang digunakan untuk melaut, cahaya
matahari di ufuk barat mulai terbenam, awan berwarna kemerahan sudah terlihat,
burung – burung pun berkicau ria, hendak kembali ke sangkarnya, suasana yang
sungguh memposona, keindahan alam di pesisir pantai membuat seseorang yang ada
di sana jatuh hati, ingin rasanya berlama – lama di sana, hal itu lah yang
selama ini dirasakan oleh Fito dan keluarganya. Fito seorang anak nelayan yang
hidup di pesisir pantai Padang bersama Ayah dan Ibu beserta kedua orang adiknya
yang masih kecil yaitu Farid dan Fia. Farid yang masih duduk dibangku kelas 3
SD, sedangkan Fia yang imut dan cantik masih sekolah di taman kanak – kanak
dekat rumah.
Fito
saat ini baru lulus sekolah di SMK Teknologi Plus Padang ini, harus berhenti
dan tidak bisa melanjutkan pendidikannya di Perguruan Tinggi, karena terkendala
dengan biaya, yang dilakukannya saat ini adalah membantu Ayah melaut,
menghadang hujan dan badai disaat datang, semua itu dilakukan Ayah dan Fito
untuk mencukupi kebutuhan sehari – hari, bahkan dalam satu minggu saja, kadang
– kadang tak ada ikan yang bisa didapatkan, sementara itu Ibu Fito membuat
gorengan seperti goreng bakwan, tahu dan goreng tempe di rumah, dan diantarkan
ke warung – warung dekat rumah, kalau paginya Ibu Fito berjualan di SD tempat
Farid bersekolah, setelah menghantarkan Fia ke sekolahnya baru Ibu pergi
berjualan, kadang – kadang Fito yang melihat Ibunya berjualan jadi sedih,
apalagi Ibu sering sakit – sakitan, belum lagi Ayah yang sudah cukup tua,
dengan umur beliau yang saat ini beranjak sudah 60 tahun harus membanting
tulang, bekerja keras, dan melaut, dalam hati Fito berujar dan berdo’a,
Ya Allah…ya Rahman ya
Rahim, berikan lah hamba dan keluarga hamba kesabaran dalam menjalani kehidupan
ini, berikan lah kami rezeki yang halal dan keberkahan dalam hidup ini, tanpa
terasa satu – persatu tetesan air mata membasahi pipi Fito yang mulai lesu
hingga linangan air mata itu jatuh membasahi bajunya.
Dalam
kelamunan Fito, terdengar suara adzan maghrib berkumandang hingga suara
tersebut menggema di sepanjang pesisir pantai, Fito tersentak dari kelamunannya
dan bersiap – siap pergi ke masjid bersama Ayah dan Farid guna menunaikan
ibadah sholat maghrib berjama’ah. Kehidupan keluarga Fito dihiasi dengan nilai
– nilai Islam, setiap selesai sholat maghrib dan shubuh, mereka duduk melingkar
dan membaca ayat – ayat Allah, sebagai petunjuk dan pedoman serta penerang
ditengah kehidupan keluarga mereka.
Malam
ini udara terasa dingin disepanjang pesisir pantai Padang, angin badai pun
terus menghadang tiada hentinya, hingga menusuk persendian tulang, rencananya
Fito dan Ayah pergi melaut malam ini, harus menunggu badai berhenti, sekian
lama menunggu detik demi detik, menit berganti menit, dan jam pun berganti jam,
hingga badai pun berhenti. Fito dan Ayah siap – siap untuk berangkat, segala
perlengkapan pun disiapkan, mulai memastikan kondisi kapal, minyak, lampu, dan
jaring. Setelah semuanya beres, sebelum berangkat Ayah dan Fito berpamitan
kepada Ibu, Farid dan Fia. Ibu, Farid dan Fia mencium tangan Ayah begitu juga
Fito menyalami dan mencium tangan Ibu, serta memeluk kedua adiknya.
Langkah
demi langkah Ayah dan Fito mulai beranjak pergi menuju ke kapal, hingga jarak
pun memisahkan mereka, lambaian tangan menjadi saksi perpisahan mereka semua.
Ibu menatap kepergian Ayah dan Fito, dalam hati Ibu berdo’a,
Ya Allah yang maha
menjaga..lindungilah suami dan anak hamba, tuntunlah perjalanan mereka untuk
menjemput sebahagian dari rezeki-Mu ya Rabb. Jadikanlah anak – anak hamba, anak
yang taat kepada-Mu, berbakti pada orang tuanya, dan jadikanlah ia anak yang
bisa membela agama-Mu, bermanfaat bagi orang lain, dan kuatkanlah hamba dalam
mendidik mereka semua. Aamiin ya Rabb.
Linangan
air mata tak terbendung lagi, tangisan pun pecah, hingga membasahi pipi Ibu
yang sudah mulai keriput, sesekali Ibu menyeka pipinya, agar tidak terlalu
terlihat oleh kedua anaknya yang masih kecil, kalau melihat Ibunya sedang
menangis tentunya kedua anaknya juga sedih, Ibu mencoba menguatkan diri dan
mengajak kedua anaknya pergi ke rumah.
Hari
sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB, mata ini sudah mulai mengantuk, namun Ibu
harus menahannya karena Ibu harus menyiapkan bahan – bahan, dan bumbu – bumbu
untuk goreng tahu, bakwan dan goreng tempe, untuk dijual besok pagi. Sementara
itu kedua anaknya sudah tidur dengan pulas, Ibu menatap wajah kedua anak dengan
dalam dan menyelimutinya. Setelah itu Ibu melanjutkan pekerjaannya di dapur,
untuk mempersiapkan semuanya, setelah semuanya beres, baru Ibu istirahat
bersama kedua anaknya.
Pagi
itu, semilir angin yang berhembus disepanjang pesisir pantai, membuat udara
terasa lebih sejuk, dan mentari pun mulai terbit dari arah timur, memberikan
sinarnya yang menyehatkan tubuh, Farid dan Fia bersiap – siap untuk berangkat
ke sekolah, disamping itu Ibu menyiapkan bahan dagangannya, setelah semua
beres, Ibu dan kedua anaknya pergi sembari Ibu mengunci pintu rumah. Setelah
Ibu menghantarkan Fia ke sekolah, baru Ibu menjajakan bahan dagangannya ke
warung – warung disekitar rumah.
Sementara
itu, Ayah dan Fito mulai menepikan kapalnya, semalaman melaut dan mencari ikan.
Alhamdulillah bisa mendapatkan ikan sekeranjang yang berukuran cukup besar,
walaupun sekeranjang Fito sangat bersyukur sekali bisa membantu Ayah dan
mendapatkan ikan, rencananya sebahagian keranjang akan dijual guna mencukupi
kebutuhan sehari – hari dan sebahagiannya lagi dimasak untuk dimakan beberapa
hari.
Seminggu
kemudian, Ayah sering sakit – sakitan, hampir sekali tiga hari harus diperiksa
dan dibawa ke Puskesmas terdekat, Ibu harus berhenti untuk berjualan dan
merawat Ayah di rumah yang hanya bisa berbaring di atas tempat tidur, Farid dan
Fia tetap sekolah seperti biasa, sementara Fito harus melaut bersama para
nelayan lain guna membantu mencukupi kebutuhan sehari – hari.
Suatu
ketika, pada saat Fito baru pulang dari melaut, dari kejauhan Fito melihat
Bapak Ilyas, beliau pengurus masjid dekat rumahnya, Bapak Ilyas menunggu
kedatangan Fito, tanpa terasa kapal yang Fito tumpangi bersama para nelayan
yang lain mulia menepi, tiba – tiba Bapak Ilyas mendekati Fito, dan Fito pun
menghampiri Bapak Ilyas sembari mencium tangannya.
“Assalamu’alaikum Pak,
ba a kabanya pak, ado yang bisa Fito bantu Pa”[1],ujar
Fito sembari melihat wajah Bapak Ilyas yang keliatan sedih.
“Wa’alaikumussalam Fito,
Alhamdulillah sehat fito, hm..yang saba yo Fito, kuek an diri nyo”[2],
seketika Bapak Ilyas agak gugup, “a ... a ... ayah Fito”,
Langsung Fito memotong
pembicaraan Bapak Ilyas, “Ado
apo jo Ayah Pak …
ado apo Pak….?”[3] Fito
dengan penasaran,
“Ayah Fito alah
maningga, kini jenazah beliau sadang di rumah, alah siap dimandian dan
dikafani, tingga disholatkan lai di Masjid”[4]. Jawab
Bapak Ilyas dengan keharuan.
Mendengar
ungkapan dari Bapak Ilyas Fito terkejut, Inna
lillahi wa inna ilaihi roji’un, iyo Pak[5],
jawab Fito sembari menahan air matanya agar tidak jatuh, tanpa pikir panjang
Fito berpamitan kepada Bapak Ilyas dan berlari menuju ke rumah, air mata tak
tertahan lagi, dalam keadaan berlari, akhirnya air mata itu jatuh membasahi
pipi dan baju Fito.
Sesampai
di rumah, Fito melihat warga dan masyarakat telah ramai di rumahnya, Fito
menghampiri jenazah Ayah dan Ibu bersama kedua orang adiknya duduk melamun,
meratapi kepergian Ayah, lagi – lagi air
mata ini bercucuran, Fito mencoba menahan serta menguatkan Ibu dan kedua
adiknya agar bisa menerima takdir yang Allah berikan kepada keluarganya. Jenazah
Ayah siap untuk dibawa ke masjid guna disholatkan, dan Fito lah yang akan
mengimami sholat jenazah Ayahnya, banyak warga dan jama’ah yang hadir serta
ikut mensholatkan jenazah hingga menghantarkan ke kuburan dekat pemakaman umum
tunggul hitam.
Tiga
hari kemudian, semenjak kepergian Ayah menuju ke hadirat Allah Swt, rumah
terasa sepi tanpa kehadiran sosok seorang Ayah yang sangat di cintai oleh Fito,
Farid dan Fia, apalagi Ibu yang berjuang bersama – sama saat suka dan duka, tidak
ada lagi waktu bermain, bercanda bersama, ketika rindu Ayah pada saat membaca
ayat – ayat Allah dalam lingkaran cinta yang tumbuh dari sebuah keluarga,
menjunjung nilai – nilai ke Islaman dalam menjalani kehidupan yang fana ini, semoga
Allah Swt mengumpulkan kembali keluarga Fito bersama Ayahnya di syurga-Nya
kelak.
[1] Assalamu’alaikum Pak,
gimana kabarnya Pak, ada yang bisa Fito bantu Pak.
[2] Wa’alaikumussalam
Fito, Alhamdulillah sehat fito, hm..yang sabar ya Fito, kuatkan dirinya.
[3] Ada apa dengan Ayah
Pak, ada apa Pak.
[4] Ayah Fito sudah
meninggal, sekarang jenazah beliau sedang di rumah, sudah siap dimandikan, dan
dikafani, tinggal disholatkan lagi di Masjid.
[5] Sesungguhnya kami
datang dari Allah dan kembali kepada Allah Swt, iya Pak.
Image Source
Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online
No comments:
Post a Comment