Reza Pratomo
Mendengar kata menikah tentunya yang terbayang oleh kita
adalah proses menyatukan dua insan dalam sebuah ikatan untuk menegakkan agama
Allah SWT. Dan proses itu, jika digabungkan dengan adat, maka akan enjadi
sebuah proses yang cukup panjang dan banyak menguras energi, waktu dan biaya
dari kedua keluarga yang akan diikat oleh persaudaraan.
Dan tulisan ini akan mengulas sedikit tentang salah satu
proses pernikahan tersebut, yaitu walimah.
Walimah atau biasa dikenal dengan kenduri atau resepsi lazim
dilakukan oleh keluarga mempelai untuk memperkenalkan anggota keluarga mereka
yang telah melepas masa lajangnya. Pada saat walimah tersebut selain
memperkenalkan, anggota keluarga juga berharap do’a dan restu dari keluarga besar,
handai taulan dan masyarakat.
Namun apa yang terjadi jika sumpah serapah lebih banyak
didapatkan dibandingkan dengan lantunan doa bagi kedua mempelai?
Fenomena ini cukup sering terjadi di daerah tempat penulis
tinggal, yaitu Sumatera Barat khususnya kota Padang. Dimana saat resepsi maka
seluruh anggota keluarga besar dan tetangga turut serta bergotong royong
membantu mensukseskan acara ini hingga tuntas. Mulai dari hidangan hingga
acara, keterlibatan keluarga dan masyarakat erasa sekali dalam penyelenggaraan
acara ini.
Namun ada sebuah kelaziman yang dilakukan masyarakat di kota
Padang ini, dimana pelaksanaan acara resepsi ini menggunakan tenda yang sering
kali mengurangi hak pengguna jalan. Tenda yang didirikan sampai menggunakan
badan jalan yang mengganggu kelancaran lalu lintas.
Maka disinilah letak masalahnya. Jika sebuah resepsi sampai
memaksa pengguna jalan dikurangi haknya, maka sebenarnya secara tidak langsung
resepsi tersebut juga sedang mengurangi berkahnya, hingga memunculkan serapah
dari pengguna jalan yang merasa haknya dirampas.
Tentu saja kita dapat berdalih “Saya tidak setiap bulan
menikahkan keluarga saya, masak masyarakat tidak mengerti? Berbagi-lah dengan
saya hanya untuk hari ini saja, masak tidak boleh?”
Betul sekali. Namun di sepanjang jalan tersebut bukan hanya
anda yang tinggal kan? Ada ratusan atau ribuan keluarga yang juga tinggal di ruas
jalan tersebut. Bayangkan jika seluruhnya memiliki pendapat yang sama, maka di
sepanjang jalan tersebut akan berulang kali ditutup atau dialihkan untuk
penyelenggaraan acara.
Jika salah satu tujuan resepsi adalah berharapa doa dari
segenap undangan, maka berapa banyak sumpah atau doa negatif yang dialamatkan
kepada penyelenggara acara oleh pengguna jalan yang merasa haknya dirampas?
Jika dibandingkan dengan doa dari para tamu undangan.
Sekedar gambaran saja, jika jalan yang ditutup berada di
dekat persimpangan jalan, maka tentu saja kemacetan tak dapat dihindarkan. Dan
apa yang sekiranya akan terjadi jika salah satu pengguna jalan sedang dalam kondisi
kritis dan darurat?
Hari berbahagia seharusnya juga dirasakan berkahnya oleh
semua, segenap penghuni bumi dan langit ikut mendoakan serta berharap
keberkahan atas penikahan dua hamba Allah. Jangan sampai keberkahan ini dinodai
oleh sedikit doa negatif dari pengguna jalan. Karena jika merka merasa
dizhalimi, maka tidak ada penghalang dari setiap makhluk Allah yang berdoa atas
kezhaliman yang diterimanya. Doanya segera diterima oleh Allah
Semoga catatan kecil ini mampu menjadi masukan bagi kita
untuk berhat-hati dalam menggunakan fasilitas umum agar tidak termasuk dalam
kategori menzhalimi, yang mengakibatkan berkurangnya keberkahan acara kita
bersama.
No comments:
Post a Comment