Oleh: Ust. Firman Bahar. Lc
Ada
kesalahpahaman sebagian orang terhadap hadits : “Ya Allah hidupkan aku dlm
keadaan miskin, matikan aku dalam keadaan miskin dan kumpulkan aku di hari
berbangkit dlm golongan orang-orang miskin”
(Hadits Abu said al Khudri dan
Ubadah bin Shomit, shohih jami’ no 1261)
Akibat
salah paham, sebagian orang membiarkan
diri dlm kemiskinan, sebagian lain menolak hadits ini dan menvonisnya sbg
hadits “dhaif”(lemah), krn menganggap bertentangan dengan hadits nabi yang
berlindung dari kemiskinan
Padahal maksud
dari “miskin” dlm hadits ini adalah “rendah
hati dan hidup bersahaja”.
Imam
ibnu al atsir berkata :” beliau (Rasul) maksudkan dengan ucapan itu adalah
tawadhu’ dan rendah hati, dan jangan sampai menjadi seorang yang sok kuasa dan
sombong”
Begitulah
adanya keseharian Rasul, jauh dari gaya hidup orang yang sombong, baik dalam
penampilan atau gerak-gerik tubuhnya
Beliau
duduk bersama hamba sahaya dan fakir miskin, makan sebagaimana mereka makan.
Ketika datang orang asing mencari beliau, dan saat itu beliau di kerumunan
sahabatnya, mrk tidak tahu yang mana Rasulullah. Beliau menjahit sandal,
menambal baju, memerah susu kambing, menggiling gandum dengan budak-budak.
Dan saat
seorang laki-laki gemetar dan takut menemui beliau, beliau berujar : “santai
saja, saya bukan raja, saya hanyalah anak seorang perempuan dari Quraisy di
Makkah yang dulu makanannya adalah roti murah nan keras ”
Jadi, tidak benar ada
anjuran untuk hidup miskin, yang ada anjuran untuk tawadhu’, dan jika bisa kaya
atau super kaya tapi tetap rendah hati, maka itu jauh lebih baik dari miskin
rendah hati.Image Source
Opini yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online
rich is important, but tawadhu' is more important....
ReplyDelete