"Om, ana boleh nanya tentang kuliah?"
"boleh, silahkan...." jawab kami.
"ana ingin kuliah di UI atau UGM om, tapi...."
"kenapa?"
"ana takut, masalahnya orang tua ana menyarankan kalau dapat,
cita-cita kuliah itu yang realistis ajalah.
"lho, memangnya di UI ndak realistis? Lalu dimana yang dimaksud kuliah
yang realistis?”
“Kata ibu ana, kalau kuliah di UI atau UGM itu persaingannya susah. Lebih
baik ambil yang mudah saja, seperti UNAND atau UNP saja, yang penting negeri”
“Dan anti (kamu-red) setuju?”
“Sebenarnya sih nggak om, karena ana ingin sekali bisa merantau sekaligus
menuntut ilmu, tapi karena orang tua yang menganjurkan seperti itu, ya sudah,
ana ikut aja deh”
------------------
Cerita diatas kami dapatkan dari seorang siswi di lingkungan sekolah kami, dimana mereka merasa sedikit gamang dengan masa depannya.
Mungkin kisah ini juga pernah dialami oleh beberapa diantara kita, dimana kita diminta untuk berpikir realistis akan beberapa pilihan yang akan kita ambil.
Namun pada kasus ini berhubungan dengan mas depan atau kuliah yang akan di pilih oleh mereka dan kadang kita berlaku sebagai orang tua mungkin seperti halnya orang tua yang diceritakan oleh siswi tempat kami bekerja.
Ajarkan anak untuk bertanggung jawab, itu adalah tugas utama orang tua dalam mendidik anaknya. Bertanggung jawab yang dimaksud adalah jika seorang anak memilih untuk mengejar cita-citanya, ajarkan mereka untuk bertanggung jawab dengan pilihan tersebut.
Jika anak memilih untuk melanjutkan ke perguruan tinggi ternama, maka ajak
mereka untuk bertanggung jawab atas pilihannya tersebut.
Apakah UI,ITB,IPB atau UGM terlalu muluk? Kami rasa jawabannya adalah
tidak, karena yang penting adalah bagaimana cara mereka mendapatkan dan proses
mereka dalam mengejar impian tersebut.
Bagi sebagian anak yang memiliki kemampuan kognitf tinggi atau yang biasa
kita kenal sebagai anak pandai, maka mengejar cita-cita tersebut sedikit lebih
mudah jika dibandingkan dengan teman sebayanya yang mungkin nilai sekolahnya
tidak menonjol.
Namun apa yang terjadi jika nilai anak yang belum menonjol tersebut
bercita-cita untuk melanjutkan sekolah ke ITB?
Haruskah kita menyarankan anak untuk realistis dan memilih yang relatif
mudah terjangkau?
Secara jangka pendek itu baik, karena anak akan berusaha menyesuaikan
hidupnya dengan kondisi saat ini. Namun di sisi lain ada hal yang kita sebagai
orang tua telah abaikan. Yaitu kegigihan anak dalam mengejar apa yang
diinginkannya.
Mematahkan pilihan mereka atas dasar “realita” mungkin akan bisa diterima
anak. Namun untuk jangka panjang mereka terbiasa utuk mengejar sesuatu
seadanya.
Kenapa saya harus repot-repot mengejar seuatau yang muluk? Toh saya akan
gagal juga. Yang biasa-biasa sajalah.
Jika mereka memilih untuk mengejar seuatau yang mungkin di luar jangkauan
mereka. Maka dorong mereka untuk bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Jika
nilai mereka masih dibawah rata-rata, ajak mereka untuk meningkatkan nilai
tersebut. Ajak mereka untuk mulai mencicil pemecahan soal-soal ujian seleksi
perguruan tinggi. Dorong mereka untuk terus meningkatkan proses belajar dalam
rangka meraih cita-citanya.
Karena itulah tugas utama kita ebagai orang tua dan pendidik. Mendorong anak bertanggung jawab akan pilihannya. Jika ia memilih untuk masuk ke ITB, maka arahkan dia untuk belajar seperti halnya anak ITB. Dorong ia selalu berusaha bekerja keras mengejar Impiannya tersebut.
Lalu bagaimana jika gagal?
Lalu bagaimana jika gagal?
Gagal yang seperti apa? jika dia gagal namun dia sudah bekerja keras untuk mengejar impiannya, sesungguhnya dia telah sukses. Sukses untuk bekerja keras dan berusaha menggapai cita-citanya, dan jika memang dia belum diterima di perguruan tinggi idamannya, maka mungkin sebenarnya Allah lebih sayang dengannya, dan ada sebuah keberkahan yang sedang disiapkan Allah untuknya.
------------------
"Jadi gitu ya om?"
"Iya..."
"Berarti ana harus belajar jauh lebih banyak dan lebih keras dari sekarang?"
"Iya..."
"Kalau ndak lulus berarti Allah sayang sama ana?"
"Iya..."
"Karena Allah menilai proses, bukan hasil?"
"Iya..."
"Iya terus.... lalu ana harus bagaimana?"
"Kapan mulai belajarnya?"
"Nantilah setelah UN...."
"Terlambat..."
"Lalu?"
"Mulailah sekarang, untuk UN dan SMPTN. karena kalau kita sudah terbiasa bekerja keras mulai hari ini, maka sebenarnya kita sedang menabung keberhasilan. Semakin banyak tabungannya, semakin besar kesempatan untuk sukses. Dan jangan lupa berdoa ya, Mohon bimbingan dari Allah agar apa yang sedang kita kerjakan ini mendapat ridha dariNYA.
"Oke om"
"Siiip"
Image Source
Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online
------------------
"Jadi gitu ya om?"
"Iya..."
"Berarti ana harus belajar jauh lebih banyak dan lebih keras dari sekarang?"
"Iya..."
"Kalau ndak lulus berarti Allah sayang sama ana?"
"Iya..."
"Karena Allah menilai proses, bukan hasil?"
"Iya..."
"Iya terus.... lalu ana harus bagaimana?"
"Kapan mulai belajarnya?"
"Nantilah setelah UN...."
"Terlambat..."
"Lalu?"
"Mulailah sekarang, untuk UN dan SMPTN. karena kalau kita sudah terbiasa bekerja keras mulai hari ini, maka sebenarnya kita sedang menabung keberhasilan. Semakin banyak tabungannya, semakin besar kesempatan untuk sukses. Dan jangan lupa berdoa ya, Mohon bimbingan dari Allah agar apa yang sedang kita kerjakan ini mendapat ridha dariNYA.
"Oke om"
"Siiip"
Image Source
Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online
No comments:
Post a Comment