Reza Pratomo
Pola parenting nabawiyah mengenal 3 fase dalam tahapan pendidikan anak. Di mana fase pertama
(0 – 7 tahun) anak dianggap sebagai raja, tahap selanjutnya (8 – 14 tahun) anak
dianggap sebagai pembantu dan tahapan terakhir ( 15 – 21 tahun) anak dianggap
sebagai sahabat atau menteri di rumah tangga orang tuanya.
Tulisan kali ini akan
membahas bagaimana cara kita sebagai orang tua memperlakukan anak di fase
pertama dalam tumbuh kembangnya, yaitu anak sebagai raja. Pengertian anak
sebagai raja adalah dimana anak memiliki kerajaannya sendiri, yaitu bermain.
Kita sebagai orang tua hanyalah rakyat jelata. Dan sang raja memiliki kekuasaan
mutlak di kerajaannya.
Jika ada pertanyaan,
“lalu dimanakah fungsi peran orang tua dalam menanamkan nilai pada anaknya jika
sejak kecil mereka dibiarkan bebas?”.
Jawabannya ada pada
fase kedua dan saat ini kita hanya membahas fase pertama saja dari pola Parenting Nabawiyah
Berikut ini adalah
tujuh hal tersebut:
1. Biarkan mereka
bereksplorasi, dan merupakan tanggung jawab kita untuk menjadikan mereka aman
Tugas kita sebagai
orang tua adalah menjaga kita anak agar tetap aman pada saat bermain. Jika
mereka memanjat, maka tugas kita adalah menjaga mereka, jika mereka jatuh kita
siap untuk menangkapnya. Jika mereka bermain, pastikan kita menciptakan
lingkungan bermain yang aman bagi mereka.
Jauhkan benda yang
mungkin akan membahayakan keselamatan mereka dalam bermain, jika menurut pertimbangan
kita hal tersebut membahayakan, yang bisa kita lakukan adalah meninggikan letak
benda tersebut sehingga tidak terjangkau oleh mereka. Atau disimpan di tempat
yang tidak bisa mereka buka.
Melarang mereka hanya
akan menjadikan mereka takut untuk bereksplorasi, sehngga imbasnya mereka
merasa dikekang di dalam kerajaan mereka sendiri. Jika kita sebagai orang tua merasa
perlu untuk melarang mereka, berikan aturan disaat pikiran kritisnya sudah
terbentuk yaitu disaat usia 7 tahun keatas.
Jadi berikan mereka
kebebasan dalam bereksplorasi, dan pastikan tempat tersebut aman bagi mereka.
2. Ajak mereka
menikmati pengalaman baru dalam rangka memenuhi kebutuhan otaknya.
Kebutuhan otak anak
usia adalah pengalaman, karena bagi mereka, seluruh hal adalah hal baru. Oleh
sebab itu perlu kiranya kita sebagai orang tua mengajak mereka untuk menikmati
pengalaman baru yang belum pernah dirasakan oleh anak.
Pengalaman ini tidak
harus mahal dan keluar banyak biaya, kadang sebuah jalan kaki di pagi hari
bersama anak dan menjawab berbagai pertanyaan yang keluar dari lisannya adalah
sebah pengalaman yang luar biasa bagi mereka.
Kadang karena
keingintahuan mereka membuat mereka melakukan hal yang berbahaya. Dan kembali
tugas kita adalah memastikan aman dalam eksplorasi mereka akan lingkungan
sekitar.
3. Jika harus melarang
mereka, gunakan bahasa yang mereka pahami
Sertakan alasan dalam
melarang anak, jika kita hanya mengatakan : ”jangan panjat pohon”, “jangan naik
ke atas meja” maka dalam waktu singkat mereka akan melakukan apa yang kita
larang. Jika kita harus melarang hal seharusnya tidak mereka lakukan, gunakan
kalimat yang disertai penjelasan tentang konsekuensi yang akan mereka terima
jika mereka tetap melanjutkan hal yang sudah kita larang sebagai orang tua.
“adek jangan main pisau
ya, kalau adek main pisau, tangan adek bisa luka, mengeluarkan darah dan sakit.
Kalau adek sampai sakit karena luka, ndak enak kan?” kalimat ini akan lebih mudah dicerna oleh anak kita, dan Insya Allah mereka akan berikir jika hendk melakukan sesuatu yang kita larang.
4. Berikan bahasa cinta
mereka, yaitu pelukan, ciuman dan intonasi suara
Bahasa cinta anak yang
bisa mereka pahami adalah pelukan, ciuman dan intonasi suara yang lembut.
Sebagai contoh, bayi akan ikut tertawa jika meihat orang tuanya mengajaknya
bercakap-cakap dengan intonasi yang lembut dan tertawa bersama mereka. Mereka
akan menangis jika kita berbicara pada mereka dengan bahasa yang kasar dan
sambil membentak mereka. Padahal bayi belum memahami kata atau kalimat yang
dikeluarkan oleh orang tuanya.
Sementara pelukan dan
ciuman sejatinya adalah cara yang dirasakan anak sebagai bentuk kedekatan
emosional antara orang tua dengan sang buah hati. Membangun kedekatan emosional
perlu untuk selalu ditingkatkan dan dijaga oleh orang tua, sehingga anak merasa
aman dan baik-baik saja dengan pelukan dan kasih sayang yang dicurahkan orang
tua kepada mereka.
5. Mencontohkan displin
pada anak adalah melakukan hal secara bersama
Dunia belajar anak
pertama kali adalah mencontoh. Dan yang pertama kali mereka contoh adalah orang
tuanya, Orang tua yang disiplin akan menghasilkan anak yang disiplin, begitu
pula sebaliknya, dan penanaman kedisplinan ini harus dilakukan pertaama kali
oleh orang tuanya.
Ajak anak untuk
disiplin dengan mengajak mereka melakukan suatu hal secara bersama telebih
dahulu. Lakukan hal ini secara berulang-ulang tanpa memaksa mereka untuk
melakukannya. Ingatlah pada periode ini masih periode bermain, belum masuk pada
fase dimana anak menjadi pembantu. Jadi yang bisa kita lakukan adalah hanya
membei contoh pada anak, sembari mengajak merka untuk melakukannya secara bersama.
6. Nikmati setiap saat
kebersamaan dengan si buah hati, karena tanpa disadari waktu akan sangat cepat
berlalu dan tak akan pernah terulang lagi
Ingatkah kita kapan
waktu terakhir bersama anak dan dimana waktu tersebut adalah waktu yang
benar-benar hanya milik kita dan anak
sepenuhnya? Tanpa gangguan apapun yang mengalihkan kebersamaan kita dan anak? Seperti
smartphone, laptop atau televisi?
Tanpa kita sadari
seringkali waktu kita bersama anak berkurang hanya karena gangguan yang kita
terima saat bersama anak. Disaat anak kita sudah mulai beranjak besar, kita
baru sadar bahwa begitu banyak waktu yang kita lewatkan bersama mereka, namun
waktu tersebut buan benar-benar waktu yang berkualitas.
Nikmati seluruh waktu
kita bersama anak kita saat ini, setiap detik, setiap menit dan setiap jamnya.
Agar kita dapat mengingat betapa nikmatnya waktu kita bersama anak, dan disaat
mereka mulai dewsa mereka juga tahu bahwa mereka bersama orang tua terbaik yang
menikmati kebersamaan dengan mereka. Dan akhirnya mereka juga akan menikmati
waktu bersama kita saat mereka berkumpul bersama kita.
7. Ajarkan mereka
dengan lembut bahwa mereka adalah makhluk sosial.
Anak sejak kecil sudah
harus mulai ditanamkan bahwa mereka adalah makhluk sosial, mereka tidak berdiri
sendiri. Oleh sebab itu kita sebagai orang tua perlu sejak dini menanamkan bahwa
mereka adalah makhluk sosial. Mereka perlu untuk bekerja sama dengan anak lain
atau orang lain, baik yang lebih tua, sebaya atau yang lebih muda dari mereka.
Ajarkan mereka untuk
menyayangi yang lebih muda, menghargai sesama dan menghormati yang lebih tua.
Ajarkan pada anak bahwa disaat kita berbuat baik bagi orag lain adalah demi kebaikan kita sendiri, dan jika kita berbuat keburukan, maka Allah akan mebalas keburukan tersebut kembali kepada kita.
Disaat mereka sudah
semakin memahami bahwa mereka sebagai makhluk sosial, maka kita sebagai orang
tua sudah siap untuk masuk pada fase kedua dari parenting nabawiyah, yaitu fase
anak sebagai pembantu atau tahanan.
Tulisan
yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan
pernyataan dari risalah-online
No comments:
Post a Comment