Oleh: Lita Oktaviani
Tidak!aku tidak
ingin percaya dengan apa yang ku lihat.
Dia…benarkah itu
dia?
Bukan! ku harap bukan dia,namun
sepertinya harapanku sia-sia tatkala aku memberanikan diri mendekat selangkah
lagi.Ku sentuh bahunya,wajahnya mengarah padaku.
Aku terkejut.begitu
juga dirinya.ia menepis tanganku,melangkah cepat-cepat,tergesa-gesa.ia sesekali
mengarah ke belakang,seakan ingin memastikan aku tidak mengikutinya.
“tia..”airmataku
luruh.perasaanku basah.ingin rasanya tidak percaya,wajah itu…meski cahaya lampu
yang berdiri kokoh di gang tempat yang biasa ku lalui tidak begitu terang,namun
cahayanya mampu membantuku mengenali wajahnya.
‘tia” sekali lagi
ku menyebut namanya.ku angkat kepalaku,menatap langit,mencoba menahan bulir
bening yang turun kian deras.gontai ku langkahkan kaki.malam yang kelam,semakin
kelam ku rasa.
Shintia
Cantika.sepupuku,gadis berkulit putih,hidung mancung,berlesung pipit.kami di
besarkan bersama,karena selain rumah kami yang berdekatan,usia kami tidak
berbeda jauh.kami saling berbagi cerita apa saja,tidak ada rahasia,kecuali
malam itu.
“semalam itu
siapa?”
“maksud kamu?”
Mendengar kata
“kamu”,ku tahu ia tak ingin di usik dengan kejadian semalam.tapi,rasa sayang ku
terhadapnya memaksaku untuk bertanya.aku ingin kejelasan darinya karena ku tak
ingin dia terjerumus pada pergaulan yang tidak benar.
“kau tahu persis
apa yang ku maksudkan,tapi sepertinya time-nya
tidak tepat.aku hanya ingin kau tidak salah dalam memilih teman,karena aku
menyayangimu”usai berkata seperti itu,ku berjalan menuju pintu
“tunggu dulu!”
Aku menghentikan
langkah,membalikkan badan
“kamu tidak
menceritakan kejadian semalam pada orang tuaku kan?”
“apa Tante rani
menanyakannya padamu?”ku jawab jawabannya dengan pertanyaan.Ku yakin dia
mengerti,terlihat ia menghembuskan nafas berat,lega.
Seminggu telah
berlalu sejak kejadian itu.Terasa ada yang berubah dalam hubungan kami.Biasanya,aku
dan tia pulang sekolah bersama-sama,namun tidak kali ini.Ia menolak saat ku
ajak pulang dan lebih memilih pulang dengan seseorang yang baru kulihat.laki-laki.
Aku perhatikan
dengan seksama wajah laki-laki itu.penampilannya yang jauh dari kesan rapi semakin memancing otakku
untuk memunculkan sejuta tanda Tanya,dimana Tia mengenalnya?setahuku,Tia paling
anti dengan hal-hal yang “berbau” tidak rapi.tapi ini…
Oh…tiaku sayang,ada
apa denganmu?
“sepertinya aku
pernah melihatnya,tapi dimana?”ku paksa computer tercanggihku untuk
menghadirkan file memori yang tersimpan.
“dia kan
laki-laki yang malam itu bersama tia.ini tidak bisa di biarkan” dengan semangat
’45 ku kembali ke tempat tia,memaksanya pulang denganku.terlambat.Tia sudah
naik ke atas motor dan pergi bersama laki-laki yang tak ku kenal.Tangannya melingkar di pinggang laki-laki itu di sertai
senyuman yang sumringah,tidak hanya menghadirkan tangis namun juga luka.
Kian hari
semakin jauh jarak di antara kami.Tak ada senyum canda tawa tak juga
cerita.sepi.sejak mengenal laki-laki itu,yang akhirnya ku ketahui bernama
Rio,Tia seperti orang asing bagiku.Bila bertemu hanya sekedar say hallo,selanjutnya ia akan larut
dengan teman-teman barunya yang aneh menurutku.pembicaraan mereka tak jauh-jauh
dari yang namanya “Rio” dan dari sini juga ku tahu kalo ternyata Rosi,cewek
yang paling cerewet dan yang dandanannya paling norak yang mengenalkan Rio pada
Tia.
“Sa,susunan
warna kabel LAN apa?aku lupa”
“orange-putih,orange…”
“stop!aku ingat
warna selanjutnya”ia tersenyum.lesung pipitnya menjadikan dia semakin manis
“akhirnya kabel
LAN ku selesai.selanjutnya apa sa?
“kita pasang ke
computer,lalu kita koneksikan”
“sa,ini dari
tadi tidak bisa di koneksikan”
“alamat IP nya
sudah di atur?”
“hehehe…belum”
ia nyengir.
Lamunan ku buyar
seiring dengan suara penjaga perpustakaan yang memberitahukan bahwa
perpustakaan akan di tutup.ku lirik jam
tangan,pukul 16.00 wib.ku letakkan buku
yang tadi ku baca di rak-rak buku,pakai sepatu,ambil tas di loker dan
pulang.sendiri.
Jam dinding
menunjukkan pukul 20.00 wib saat tante Rani datang ke rumah.terlukis jelas
kekhawatiran di wajahnya yang ayu.
“silahkan duduk
tante.sebentar ,risa ambil minum dulu”
“ada apa
Rani,kok kamu terlihat gelisah?tanya ibu sepeninggalku
“iya mbakyu,Tia
belum pulang”
“belum
pulang?apa dia ndak ngasih kabar kalau akan pulang terlambat?
“ndak
mbakyu,tidak biasanya dia pulang terlambat.gimana ini mbak,malah hari sudah
malam”
“tenangkan
dirimu Rani,kita tanya risa,mungkin dia tahu kemana Tia”
“Rio?seingat
tante Tia tidak punya teman yang benama Rio”
“mereka pergi
kemana?”
Aku menggeleng.
“Gusti allah
lindungilah anakku”kekhawatiran tante rani bertambah.
“dia bukan tia
yang dulu ma” ujarku di pelukan mama sesaat tante rani meninggalkan kami karena
tia sudah pulang.
Di kantin
sekolah,ku lihat tia duduk sendiri,tanpa ba-bi-bu,ku dekati Tia yang sedang
menyerumput jus jeruknya.
“Tia,bisa aku
menceritakan sesuatu padamu?”
Ia diam,namun
itu ku anggap sebagai tanda persetujuannya.
“aku saat ini
kehilangan saudara,sahabat sekaligus teman diskusi yang baik.telah banyak hal
yang kami lalui bersama.namun akhir-akhir ini,sejak ia mengenal laki-laki
itu,ia berubah.bila mengingat semua kenangan kami,aku sedih”
Ku tatap
Tia,berharap ia merasakan apa yang ku rasakan,kesedihan yang teramat dalam
karena kehilangan seseorang.Kantin mulai ramai dengan pengunjung,namun belum
ada sepatah katapun yang keluar dari bibirnya hanya keheningan yang membentang
di antara kami.Ia berlalu dalam diam.
“sa,berhenti”tia menahan tanganku.
“ada apa tia?”
“ada putri
malu”jari telunjuknya mengarah ke tanaman itu.
“oh..Mimosa pudica”
“bukan sa,bukan Mimosa pudica tapi putri malu”
“ya ampun ,pasti
kamu tidur ya pas pelajaran biologi kemaren.Mimosa pudica itu bahasa latinnya
putri malu,gimana sih non”aku pura-pura kesal.
Tia
mesam-mesem.nyengir.Tangannya terjulur menyentuh daun putri malu.Aku mengikuti
gerakannya.
“daunnya malu tuh”candaku
melihat daun putri malu yang menguncup karena sentuhan tangan kami.
“iya pemalu,sama
seperti sifat wanita”
“1000 buat kamu
tia.pemalu itu kan memang sudah sifatnya wanita,jadi dia harus menjaga sifat
malunya itu.
“maksudnya?’
“kumat deh
penyakit lolanya”
Tia mencubit
pinggangku.Aku tergelak
“maksudku kita
sebagai wanita jangan mau di pegang sama laki-laki sembarangan.Daun putri malu
aja malu kalau di sentuh,masa kita,manusia yang di beri nikmat akal dan pikiran
mau aja di pegang-pegang.tengsin dong!
“ye…biasa aja
kaleee jelasinnya ” Tia tersenyum karena melihat semangatku yang berapi-api
saat menjelaskan.
Tiba-tiba saja
terdengar suara mengaduh di sampingku.ujung jari tia berdarah,tertusuk duri
daun putri malu.
“makanya
hati-hati non”
‘ku sudah hati-hati
kok,daun putri malunya aja yang berduri”Tia meringis perih.
“ye….malah
nyalahin tumbuhan,yang namanya makhluk hidup pasti punya senjata untuk
melindungi diri,termasuk daun putri malu.Nah duri itu senjatanya dia untuk
melindungi diri agar aman dari gangguan makhluk hidup lain.Seperti itu juga
hendaknya seorang wanita.Ia harus mampu menjaga diri dan kehormatannya.walaupun
wanita adalah sosok yang penuh dengan kelembutan,bukan berarti ia lemah.ia
harus menjadi pribadi yang kuat dan tidak akan berdiam diri ketika mendapat
perlakuan yang tidak baik”
“cie..cie..ehm!tambah
pintar aja sepupuku ini”tia menggodaku.
“by the way,aku setuju banget dengan
pendapatmu.Kita sebagai wanita,hendaknya mencontoh Mimosa pudica”ujarnya lanjut.penuh semangat
“tiitt…tiittt…’klakson
motor dari arah belakangku mengusir kenangan yang sengaja ku kenang.laki-laki
bersama seorang wanita.berboncengan mesra.“Tia” ucapku lirih.
Ku tinggalkan Mimosa pudica yang menguncup.malu
Merinding baca tulisannya kak lita ini, mantap kk. (y)
ReplyDeletekak lita memang keren, hoby nulis cerpen ya kak?
ReplyDelete