Monday, 2 November 2015

Merekayasa Kematian



Oleh : Dewi Sartika
Senin, pertengahan September 2015 di masjid putri Perguruan Islam Ar Risalah (PIAR) yang bernama “Thalhah ibn Ubaidillah”, berlangsung sebuah kegiatan mingguan yang bernama “Tatsqif”. Tatsqif adalah ceramah/pengajaran agama yang berlangsung di masjid/aula,  guna mentransfer ilmu agama pada para siswa/i,
yang disajikan oleh seorang ustadz/ah yang terpilih oleh wakil kepala (waka) bagian tarbiyah Perguruan Islam Ar Risalah untuk mengisi kegiatan tersebut.
Malam itu, tepatnya pukul 19.00 wib, datanglah seorang ustadz yang tidak lagi diragukan kredibilitas ilmu Islamnya, dan sudah menapak tilas sebagai perintis, pengasuh, guru, , sekaligus pimpinan Perguruan Islam Ar Risalah selama lebih kurang tiga belas tahun tahun terakhir. Namun, sekarang beliau sudah menjadi anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Sumatera Barat (Sumbar), namun masih bergabung di Ar Risalah tercinta sebagai guru Syar’i (agama), dialah sang inspirator dakwah “Irsyad syafar, Lc, M. Ed”
Adapun judul tasqif yang beliau beri malam itu adalah “merekayasa kematian”. Di awal tasqif, beliau bertanya pada kami semua yang berada di masjid: “seperti apa kematian yang baik itu (dikenal juga dengan istilah husnul khatimah)?”. Salah seorang siswi ada yang menjawab: “orang yang husnul khatimah itu adalah ketika matinya, wajahnya bercahaya, berseri-seri, dan mengeluarkan bau yang harum, Ustadz...”. kemudian ustadz menimpalinya dengan berkata: “kalau begitu ustadz belum ada menyaksikan orang yang demikian secara langsung”.
Ustadz Irsyad kembali melanjutkan tasqifnya, beliau berucap: “tanda dari orang yang husnul khatimah (mati yang baik) itu adalah dia sudah jelas orang yang mukmin, dan dalam kematiannya itu dia baru saja selesai melakukan kebaikan (amal shaleh)”. Kami merenungi ucapan beliau waktu itu, dan semua berharap bisa merencanakan kematian sesuai dengan yang diimpikan yakni dalam keadaan mukmin dan sedang beramal shaleh tentunya.
Beliau waktu itu juga mengisahkan perjalanan hidup Khalifah Umar ibn Khattab r.a, yang meninggal dalam keadaan sedang mengimami shalat shubuh di masjid nabawi, yang ditusuk oleh salah seorang penganut agama Majusi, yakni yang bernama “Abu Lu’luah”. Beliau melanjutkan kisahnya bahwa sebelum wafat Umar r.a jauh sebelum itu sudah berdo’a kepada Allah Swt, agar diwafatkan di kota Nabi Saw dan dibunuh oleh orang yang tidak pernah bersujud pada Allah Swt walaupun satu kali.
Inti dari tasqif tersebut ada dua yakni: yang pertama, bahwa seorang mukmin bisa merekayasa kematian yang diinginkannya, asalkan dia mau terus menjaga kondisi hati dan diri sebagaimana dengan kondisi yang dia inginkan, seperti, jika seorang mukmin ingin matinya tersebut dalam keadaan bersujud pada Allah Swt, maka hendaklah ia sering bersujud di waktu-waktu kesehariannya. Begitu juga dengan kematian yang diimpikannya misalnya dalam keadaan baca al-Qur’an, bersedekah, dalam keadaan sedang shalat, dan sebagainya, maka dia harus jaga dirinya terus berada dalam keadaan ibadah sebagaimana yang ingin dia mati di kala itu juga.
Adapun pesan yang kedua yang beliau sampaikan waktu itu adalah, hindari kondisi kematian yang tidak kita inginkan. Contoh jika kita tidak mau mati dalam keadaan sedang durhaka pada Allah Swt, maka hindari perbuatan itu, begitu juga dengan perbuatan maksiat lainnya. Mustahil jika kita menginginkan kematian yang baik, sedangkan kita sendiri masih bergelimang dosa.
Memang takdir di tangan Allah Swt, hanya saja kita masih bisa meminta sesuatu yang baik untuk diri kita, berdoa itu adalah kewajiban seorang hamba pada Sang Khalik, hanya orang-orang yang sombong saja yang tidak mau menengadahkan tangan ke atas memohon bantuan dan kasih sayang Allah Swt.
Kita semua sama-sama berdoa, semoga kita tergolong hamba-hambanya yang shaleh, dan diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah (kematian yang baik) sesuai dengan yang kita rencanakan, amin ya Rabb.



Opini yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

No comments:

Post a Comment