Oleh : Dewi Sartika
Senin, pertengahan September 2015 di masjid putri Perguruan Islam Ar Risalah (PIAR) yang bernama “Thalhah ibn Ubaidillah”, berlangsung sebuah kegiatan mingguan yang bernama “Tatsqif”. Tatsqif adalah ceramah/pengajaran agama yang berlangsung di masjid/aula, guna mentransfer ilmu agama pada para siswa/i,
yang disajikan oleh seorang ustadz/ah yang terpilih oleh wakil kepala (waka) bagian tarbiyah Perguruan Islam Ar Risalah untuk mengisi kegiatan tersebut.
Malam
itu, tepatnya pukul 19.00 wib, datanglah seorang ustadz yang tidak lagi
diragukan kredibilitas ilmu Islamnya, dan sudah menapak tilas sebagai perintis,
pengasuh, guru, , sekaligus pimpinan Perguruan Islam Ar Risalah selama lebih
kurang tiga belas tahun tahun terakhir. Namun, sekarang beliau sudah menjadi
anggota DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Sumatera Barat (Sumbar), namun
masih bergabung di Ar Risalah tercinta sebagai guru Syar’i (agama),
dialah sang inspirator dakwah “Irsyad syafar, Lc, M. Ed”
Adapun
judul tasqif yang beliau beri malam itu adalah “merekayasa kematian”. Di awal
tasqif, beliau bertanya pada kami semua yang berada di masjid: “seperti apa
kematian yang baik itu (dikenal juga dengan istilah husnul khatimah)?”.
Salah seorang siswi ada yang menjawab: “orang yang husnul khatimah
itu adalah ketika matinya, wajahnya bercahaya, berseri-seri, dan mengeluarkan
bau yang harum, Ustadz...”. kemudian ustadz menimpalinya dengan berkata: “kalau
begitu ustadz belum ada menyaksikan orang yang demikian secara langsung”.
Ustadz
Irsyad kembali melanjutkan tasqifnya, beliau berucap: “tanda dari orang yang husnul
khatimah (mati yang baik) itu adalah dia sudah jelas orang yang mukmin, dan
dalam kematiannya itu dia baru saja selesai melakukan kebaikan (amal shaleh)”.
Kami merenungi ucapan beliau waktu itu, dan semua berharap bisa merencanakan
kematian sesuai dengan yang diimpikan yakni dalam keadaan mukmin dan sedang
beramal shaleh tentunya.
Beliau
waktu itu juga mengisahkan perjalanan hidup Khalifah Umar ibn Khattab r.a, yang
meninggal dalam keadaan sedang mengimami shalat shubuh di masjid nabawi, yang
ditusuk oleh salah seorang penganut agama Majusi, yakni yang bernama “Abu
Lu’luah”. Beliau melanjutkan kisahnya bahwa sebelum wafat Umar r.a jauh sebelum
itu sudah berdo’a kepada Allah Swt, agar diwafatkan di kota Nabi Saw dan
dibunuh oleh orang yang tidak pernah bersujud pada Allah Swt walaupun satu
kali.
Inti
dari tasqif tersebut ada dua yakni: yang pertama, bahwa seorang mukmin bisa
merekayasa kematian yang diinginkannya, asalkan dia mau terus menjaga kondisi
hati dan diri sebagaimana dengan kondisi yang dia inginkan, seperti, jika
seorang mukmin ingin matinya tersebut dalam keadaan bersujud pada Allah Swt,
maka hendaklah ia sering bersujud di waktu-waktu kesehariannya. Begitu juga
dengan kematian yang diimpikannya misalnya dalam keadaan baca al-Qur’an,
bersedekah, dalam keadaan sedang shalat, dan sebagainya, maka dia harus jaga
dirinya terus berada dalam keadaan ibadah sebagaimana yang ingin dia mati di
kala itu juga.
Adapun
pesan yang kedua yang beliau sampaikan waktu itu adalah, hindari kondisi kematian
yang tidak kita inginkan. Contoh jika kita tidak mau mati dalam keadaan sedang
durhaka pada Allah Swt, maka hindari perbuatan itu, begitu juga dengan
perbuatan maksiat lainnya. Mustahil jika kita menginginkan kematian yang baik,
sedangkan kita sendiri masih bergelimang dosa.
Memang
takdir di tangan Allah Swt, hanya saja kita masih bisa meminta sesuatu yang
baik untuk diri kita, berdoa itu adalah kewajiban seorang hamba pada Sang
Khalik, hanya orang-orang yang sombong saja yang tidak mau menengadahkan tangan
ke atas memohon bantuan dan kasih sayang Allah Swt.
Kita
semua sama-sama berdoa, semoga kita tergolong hamba-hambanya yang shaleh, dan
diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah (kematian yang baik) sesuai
dengan yang kita rencanakan, amin ya Rabb.
Opini yang dimuat adalah sepenuhnya milik
penulis risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online
No comments:
Post a Comment