Oleh : Muhammad Akram
Namaku
Unang,umurku
12 tahun,dan
selamat datang dirumahku.Rumah yang sangat luas,yang tak berpagar dan tak tentu
ujungnya,yang dikelilingi oleh pepohonan hijau yang tinggi dan menjulang.Terserah kalian
mau panggil rumahku hutan
,rimba,belantara atau apalah namanya,tapi disinilah
aku tinggal.Bersama Bapak dan Ibuku serta keluarga besar Suku Kubu Anak Dalam
tinggal dihutan pedalaman Bukit Barisan Sumatra.
Disini kami bersahabat dengan hutan dan
menjaganya.karena
itu telah menjadi aturan tak tertulis yang telah berlaku sejak ratusan tahun
yang lalu.Mau tak mau kami memang harus begitu.Karena hutan yang telah memberikan
kehidupan kepada kami,memberikan tempat tinggal kepada kami dan memberikan
kebutuhan harian kami.dan sepantasnya kami harus menjaganya agar Alam ini tetap
seimbang dan terjaga,dan kami pun dapat hidup dengan nyaman.
Selain berburu binatang hutan dan menangkap ikan disungai,untuk
memenuhi kehidupan sehari-hari aku membantu bapakku dan orang dewasa Suku Anak
Dalam menyadap getah pohon Karet yang tumbuh dihutan ini dan dijual kepasar
pekanan di Kota Kabupaten.Tentunya
kami tidak mengambilnya dengan rakus dan serakah,karena kami harus
menyisakannya dan menjaganya agar dapat dirasakan juga oleh generasi kami
selanjutnya.
Itulah kehidupan kami.yang bersahabat
dengan alam dan berusaha untuk melestarikannya seperti yang telah diajarkan
oleh Nenek Moyang kami.Namun suatu waktu hutanku ini akan berubah dan tidak seperti
realitanya,yang kelak aku dan kalian akan mengetahuinnya.
Pagi hari itu,ketika baru bangun dari
tidurdan hendak melaksanakan aktifitas seperti biasanya,aku melihat keatas
langit yang sedang mendung berkelabu ,seperti tanda akan hujan.Awalnya aku
bahagia,karena beberapa bulan belakangan ini hutan kami dilanda kekeringan.Tapi
bukan hujan yang turun membasahi hutan,tapi
langit yang semakin pekat bewarna kelabu,berkabut dan berbau hangus.Akupun
curiga dan merasa ada yang tidak beres dari kejadian ini.Inilah awal dari
permasalahan yang akan datang.
Mungkin Inilah yang diingatkan oleh Bang
Zahir kepadaku jauh-jauh hari sebelumnya.Bang Zahir adalah seorangAktivis pecinta lingkungan.Dia dan
rekan-rekannya selalu berusaha untuk
melestarikan alam dan memperjuangkan hak-hak lingkungan hidup. Sesekali ia
masuk kepedalaman hutan untuk membantu kami dalam melestarikan hutan.
Suatu hari ia memperingatkan kepadaku
bahwasanya Alam ini tak selamanya terjaga dan satu persatu akan hancur.selain
karena perubahan cuaca yang ekstrim juga disebakan oleh Tangan-tangan Manusia
yang tidak bertangung jawab,seperti pencemaran lingkungan,pengeksploitasi alam
secara berlebih –lebihan dengan cara penebangan hutan dan pembakaran hutan.
Bang Zahir juga mengingatkanku untuk
menjaga hutan ini agar tetap lestari,karena ini memang tugasku sebagai penghuni hutan untuk menjaganya agar
tetap lestari.
***************
Kekhawatiran dari Bang Zahir telah menjadi
kenyataan dan menjadi awal permasalahan yang telah Aku jelaskan tadi.Kabut
itu,bukanlah kabut hujan melainkan kabut asap hasil pembakaran hutan yang
terjadi diPropinsi tetangga beberapa minggu kemarin.
Hutan mereka telah dibumi hanguskan oleh
orang-orang jahat yang sok berkuasa yang menginginkan hutan itu untuk menjadi
ladang-ladang bisnis mereka dengan
melakukan cara instan untuk mengosongkan kawasan mereka dengan membakarnya,dan asap hasil pembakarannya telah menyebar
kemana-mana,termasuk kedaerahku.Sungguh cara yang sangat
pengecut sekali.
Bapak yang juga telah mengetahui hal ini setelah
diberitahui oleh orang-orang Pasar ketika pergi berdagang karet.dan bapak juga berpesan kepadaku untuk selalu berjaga-jaga untuk menjaga hutan ini dari orang-orang yang
mencurigan yang hendak merusak hutan ini.bapak tenglah,akan kujaga janjimu untuk selalu menjaga
hutan ini,karena inilah rumahku,Istanaku dan tempat dibesarkannyaa Aku tentunya
akan kujaga.Pasti.
Berminggu-minggu asap yang
bukannya kunjung reda tapi malah bertambah banyak dan semakin pekat dan mengganggu
pernapasan,dan parahnya kebakaran ini telah menyebar ke hutan yang ada
diProvinsiku,meskipun belum sampai kehutan tempat aku tinggal.sungguh
menyedihkan.Kami memang telah berusaha semaksimal mungkin semampu kami,dan
usaha kami memang hanya bisa sampai disana,karena kami ini hanyalah orang
pedalaman,orang pinggiran yang tidak punya apa-apa dan dilupakan.tapi dimanakah
peran penguasa dalam membantu kami? Yang janjinya akan melindungi hutan kami,rumah kami?apakah orang-orang jahat itu punya
peran penting dalam pemerintahan sehingga ia dapat dengan bebas membakar habis
hutan kami?
Perkara ini memang belum
selesai,bahkan semakin gawat dan semakin parah,Provinsi kami sudah dalam status
bahaya.Anak-anak sekolah sudah diliburkan karena kondisi diluar sudah sangat
parah.Begitu penjelasan dari temanku,Jauhari sewaktu bertemu dengannya dipasar
saat membantu bapak
berdagang di pasar.Karena mau bagaimana lagi kalau belajar mereka bisa mati
karena menghirup asap teralu banyak,sedangkan tidak belajar mereka bisa bodoh.
Juga aku perhatikan dijalanan,hampir semua
orang menutup mulutnya untuk mensterilkan udara yang mereka hirup karena telah
bercampur dengan asap.bentuknyapun bermacam-macam,ada yang berbentuk seperti
kain,sampai yang aneh berbentuk selang seperti Gajah,dan ada juga dari mereka
kemana-man membawa tabung yang bentuknya seperti tabung gas yang gunanya juga
untuk membantu mereka bernapas.
Aneh saja aku melihatnya,dizaman canggih
ini orang-orang tidak lagi bernapas dengan cara yang biasa,sudah dengan cara
yang modern menggunakan alat-alat aneh seperti itu.Rasanya kami seperti orang
yang ketinggalan zaman,orang-orang kuno,masih menggunakan cara yang biasa.Namun
kami juga tidak mau ketinggalan zaman,karena itu berikan juga kami alat-alat
canggih seperti itu agar kami bisa juga bernapas dengan nyaman dan tidak
ketinggalan zaman.Tapi nyatanya untuk memadamkan api membakar hutan kami saja
mereka tidak bisa,apalagi memberikan kami barang-barang seperti itu.Apakah
karena kami ini orang pinggiran?orang pedalaman yang tempatnya sulit
dijangkaui?sehingga kami dilupakan begitu saja?
***********
Kisah piluku masih terus berlanjut.tadi
pagi,ketika bapakku hendak pergi untuk menyadap karet.Sesampai disana bukanya
pohon-pohon karet yang siap disadap ia jumpai,melainkan hanya lahan-lahan yang
telah hangus dibakar yang hanya menyisakan abu dan arang.Sungguh mereka tidak
berperasaan sama sekali.Apakah mereka tidak berpikir bagaimana susah payahnya
kami menjaga hutan kami,sehingga dengan teganya mereka membakar hutan kami
tanpa ada tangung jawab dari mereka.Aku hanya bisa menangisi kejadian memilukan
ini.
Kisah piluku tetap terus berlanjut dan
menjadi malapetaka yang besar,sekaligus menjadi penutup dari semua kisah
piluku.Malam itu ketika kami sedang tidur mengistirahatkan badan kami yang
lelah,tiba-tiba udara disekitar kami sangat panas sekali.Aku,kedua
orangtuaku,orang Suku Anak Dalam dan seluruh penghuni hutan terbangun,namun
terlambat hutan kami telah terbakar dan kami dikepung oleh kobaran api.Inilah
mala petaka besar itu.
Masing-masing dari kami berusaha untuk
menyelamatkan diri.Aku bersama orangtuaku
terus berlari menjauh sejauh mungkin dari kobaran api,namun kobaran api
semakin besar dan asapnya semakit tebal.Orang tuaku yang merangkulku untuk
melindungiku sudah tak sanggup lagi menghirup asap yang sangat pekat.Tubuh
mereka terkulai lemas,napas mereka sudah sesak dan wajah mereka memerah karena
sudah tak tahan dengan panas.Mereka yang sudah tak sanggup lagi bertahan menyuruhku berlari sejauh mungkin dan berusaha
menyelamatkan diri.Itulah pesan terakhir mereka kepadaku sebelum mereka
meninggal.
Nasibkupun juga berakhir tragis.Aku yang
sudah kelelahan karena berlari,panas,serta asap yang kuhirup semakin banyak
membuatku jatuh terduduk tak kuat lagi.Oh hutanku.. maaf kanlah aku yang tidak
bisa menjagamu denagn sungguh-sungguh karena aku hanya orang-orang kecil yang
tak berdaya.Salahkanlah orang-orang jahat itu karena telah merusakmu,kutuklah mereka
jahat yang telah menganiayamu dan semoga mereka diazab oleh Tuhan didunia dan
akhirat.Sekali lagi terimalah permintaan maafku.Maafkan aku......
Kini aku hanya menanti diriku mati
perlahan-lahan mati terkulai lemas dan terpanggang munjadi abu.
No comments:
Post a Comment