By: Dewi Sartika
Kita
sebagai manusia ciptaan Allah, tentunya ada hawa nafsu, jika tidak, maka kita
bukan manusia alias malaikat, jika hanya terdiri dari hawa nafsu saja, maka
lebih tidak manusia lagi, itulah makhluk yang bernama “syetan”.
Manusia
adakalanya bisa disebut malaikat, dan tidak sering juga kita mendengar golongan
manusia juga disebut syetan.
Nah,
bagaiman manusia yang dapat dikatakan sebgai malaikat itu?, mari kita simak
penjelasan berikut ini....
Sebut
saja, apa saja amalan malaikat pada Tuhan?, jawabannya; mereka senang bertasbih
memuji Allah, patuh terhadap semua yang Allah perintahkan kepadanya, menjaga
amanah, tidak melawan terhadap titah Allah satu kalipun, dan sederetan sikap
tunduk lainnya.
Sekarang
coba perhatikan diri kita, apakah kita sudah menirukan malaikat dalam hal
ketundukkan pada Allah seperti yang tersebut di atas?, jika belum, bagaimana
kita bisa dikatakan manusia yang tunduk dan patuh, apalagi mau menyaingi amalan
para malaikat, so what??
Berikutnya,
bagaimana pula seorang manusia dapat dikatakan seperti syetan?. Jawabannya ada
pada uraian berikut ini, chek out....
Apa
saja yang suka dilakukan oleh syetan?, sebut saja syetan itu senang melihat
orang yang gemar berbuat maksiat, dan sakit jika melihat orang berbuat taat,
alias sms (senang melihat orang susah & susah melihat orang senang). Syetan
juga ingkar pada perintah Allah, suka mengganggu manusia dari jalan yang lurus,
mencari teman untuk bersama-sama melakukan maksiat, dan seterusnya.
Jika
salah satu kegemaran syetan seperti yang tersebut di atas ada pada diri kita,
tentunya kita selangkah demi selangkah sudah mengikuti langkah-langkah syetan.
Perbuatan seperti inilah yang nantinya akan menjerumuskan kita pada jurang api
neraka, na’udzubillah min dzalik.
Hawa
nafsu itu seyogyanya fitrah manusia, seperti; makan, minum, istirahat, tidur,
menikah, dan lainnya. Semua itu Allah ciptakan demi berlangsungnya kehidupan
manusia.
Manusia
terdiri dari kebutuhan jasmani dan rohani. Makanya, adanya hawa nafsu tersebut
untuk menunjang kebutuhan jasmani, sedangkan kebutuhan rohani dipenuhi dengan dzikrullah
(mengingat Allah), salah satunya dengan shalat.
Agar
hawa nafsu tidak sampai menguasai diri kita, makanya kita perlu manajemen kebutuhan.
Maksudnya adalah, semua kebutuhan jasmani kita penuhi sesuai dengan sunnah
Rasullulah yang meliputi kebutuhan akan air, udara, dan makanan, yang mana masing-masingnya
kita penuhi sepertiganya saja. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw berikut ini;
“Sahabat
Al-Miqdam bin Ma’dykareb al-Kindi mengisahkan: Aku pernah mendengar Rasulullah
bersabda: Tidaklah seorang anak Adam memenuhi suatu kantung yang lebih buruk
dibanding perutnya. Bila harus juga, maka cukuplah baginya sepertiga dari
perutnya untuk makanan, sepertiga lainnya untuk minuman dan sepertiga lainnya
untuk nafasnya.” (HR. Ahmad At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan oleh Al-Albani
dinyatakan sebagai hadits shahih)[1]
Jika
kita berlebih-lebihan dalam hal makanan, minuman, dan kebutuhan jasmani lainnya,
maka kita dikhawatirkan akan jatuh pada sikap hubbud dunya (cinta pada
dunia), yang nantinya akan mematikan hati kita.
Dalam
pengertian yang sederhana seperti ini, kita sebut dengan mengalahkan hawa
nafsu. Mengalahkan bukan berarti membasmi sampai tuntas, namun lebih mendekat
pada makna mengendalikan (memanajemen). Selamat mencoba, semoga berhasil, good
luck....
Tulisan
yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan
pernyataan dari risalah-online
[1]Mustika sari, http://jilbab.or.id/archives/2245-tidak-berlebih-lebihan-dalam-hal-makanan-dan-minuman/, diakses
tanggal 6 Oktober 2015, 09:02 Wib.
No comments:
Post a Comment