Thursday, 5 November 2015

Game Dari Kacamata Lain





Oleh : M.Sayyidus Shaleh
Siswa MA Ar-Risalah

Game? Mendengar kata itu saja penulis sudah bisa menebak apa yang pembaca pikirkan tentang kata di awal paragraf tadi. Gambaran seperti orang yang berkutat sepanjang waktu di depan komputer,
menghabiskan waktu sesia-sia mungkin. Kecanduan. Meniru hal-hal dari game. Pokoknya, pasti yang negatif.
Well, disini penulis akan berusaha untuk sedikit membuktikan hal sebaliknya.         
Memang, banyak sekali buku, tulisan, artikel dan referensi lainnya yang menunjukkan sisi yang kurang bagus dari game, dan mereka memang benar. Meski begitu, coba kita baca pepatah dibawah.
“Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya saja”. Segala sesuatu pastinya punya hal yang positif, meski jika kita lihat sepintas hal itu terlihat negatif. Begitupun game, ada dua sisi yang ditampilkan oleh game. Itupun tergantung dari gamenya. Dan disini, kita hanya akan membahas sisi yang satunya. Sisi positif.
Menurut pemikiran penulis, game sekarang hanya terdiri dari dua macam. Pertama, game yang hanya beroientasi pada keinginan pasar. Maksudnya, hanya mementingkan profit alias untung. Caranya? Beri para pemain kesenangan yang mereka inginkan. Tanpa nilai-nilai lainnya, hanya untuk menghabiskan waktu. Game seperti inilah yang sangat marak di negeri kita ini zaman sekarang. Sebut saja, game seperti Point Blank, World of Warcraft, dan game online lainnya. Dari sinilah bermula sentimen-sentimen negatif tersebut.
Jenis kedua ini cukup unik, yang satu ini masih puna tujuan utama untuk mendapat profit, tapi mereka masih meninggalkan nilai-nilai positif yang bisa diambil oleh pemain. Biasanya sih, menurut penulis, jenis ini banyak lahir dari game bergenre RTS alias Real Time Strategy, sebagai contoh, Rise of Nations buatan Microsoft, dimana pemain bisa mengatahui detail sejarah dunia tanpa membaca buku sejarah, atau bersimulasi sebagai seorang kepala negara. Yang lain? Coba lihat Civilization V karya Sid Meier. Sesuai namanya, game ini berbicara tentang semua peradaban yang pernah ada di dunia. Jadi pemain bisa memahami ideologi-ideologi seperti republik atau depotisme tanpa membaca teori di buku sosial atau KWN.
Oke. Yang kedua, mari kita lupakan para gamer sejenak. Kita akan pikirkan aktor lainnya dalam dunia game ini. Para Game Maker. Yep, orang-orang yang membuat game.
Pernahkah pembaca sekalian berpikir seperti apakah para pembuat game ini? Apakah mereka sama saja dengan para gamers? Tentu tidak! Maksud penulis disini, setiap game itu pasti punya kompleksitas masing-masing. Contohnya? Rise of Nations tadi, dalam membuatnya tentu harus tahu dan paham tentang masalah sejarah dunia dan konflik yang pernah terjadi selama sejarah itu. So, membuat game berbeda dengan memainkan game. Orang-orang yang membuat game hanyalah mereka yang memiliki kreatifitas tak terbatas dalam diri mereka.
Jadi, pesan yang ingin disampaikan penulis sejak awal tadi adalah, melihat sesuatu itu jangan dari satu kacamata saja. Kita bisa gunakan sudut pandang lainnya. Begitulah pemikiran orang-orang yang kritis. Lalu, meski tidak semua game seperti itu, kita tentu bisa memilahnya.


Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

No comments:

Post a Comment