Tuesday 26 April 2016

Ujian Keteladanan






Oktarizal Fiardi

Ahad, 17 April 2016. Antara Maghrib dan Isya, beberapa siswa mendatangi ustadznya. “Ustadz, bagaimana kalau malam ini kita mengadakan pertandingan futsal antar halaqah tarbiyah (kelompok mentoring)? Teman-teman kami sudah siap untuk bertanding malam ini.” Ujar mereka penuh semangat.

Setelah diam sejenak, sang ustadz bertanya kepada mereka, “Apakah murabbi kalian sudah tahu, kalian mau bertanding futsal malam ini?
Dengan malu-malu mereka menjawab, “Belum, Ustadz.”
“Dalam proses tarbiyah, salah satu fungsi murabbi adalah sebagai orang orang tua.” Pesan sang ustadz kepada murid-muridnya. “Jika kalian ingin mengadakan agenda atas nama halaqah, kasih tahu murabbi terlebih dahulu dan mintalah izinnya.” Lanjut sang ustadz mengingatkan.
In-sya Allah, Ustadz. Kami akan memberitahu dan minta izin murabbi untuk pertandingan futsal antar halaqah.” Murid-murid menjawab dengan kompak.
“Kemudian yang mesti kalian ingat dengan baik, jangan sampai semangat kalian main futsal mengalahkan semangat hadir di halaqah. Kalian harus lebih memprioritaskan dan menomorsatukanhalaqah daripada futsal.” Nasehat sang ustadz menutup pembicaraan sebelum mereka izin undur diri.
Esok harinya, Senin, 18 April 2016. Setelah menghadiri pesta pernikahan salah seorang teman. Di perjalanan pulang, tiba-tiba sang ustadz menerima telpon dari seorang teman yang gemar main futsal, “Ustadz, malam ini, setelah shalat Isya. In-sya Allah kita akan main futsal berhadapan dengan siswa kelas XI Madrasah Aliyah. Malam ini mereka ingin membalas kekalahan mereka pada pertandingan sebelumnya.”
Ketika handphone masih menempel di telinga, sang ustadz teringat, malam ini beliau ada agendahalaqah dengan murid-muridnya.
Sesampai di rumah, sang ustadz membaca pesan WhasApp yang dikirim teman lain yang  juga gemar main futsal, “Ustadz, malam ini, anak-anak kelas XI Madrasah Aliyah menantang para Ustadz untuk bertanding futsal.” Beliau menambahkan, salah seorang ustadz senior yang sangat disegani dan mendapat tempat khusus di hati para siswa juga akan ikut main di pertandingan malam ini.
Setelah membaca pesan WhatsApp, sang ustadz tidak hanya teringat dengan jadwal halaqahnya malam ini. Ingatannya kembali lagi ke pembicaraan menjelang Maghrib kemarin dengan beberapa siswa. Mereka minta izin untuk mengadakan pertandingan futsal antar halaqah. Dan beliau  berpesan kepada mereka, “Kalian harus lebih memprioritaskan dan menomorsatukan halaqah daripada futsal.”
Dalam hatinya, sang ustadz berkata, “Ini adalah ujian keteladanan. Apakah saya mampu komitmen dengan kata-kata dan nasehat saya? Ataukah saya akan menjadi pribadi yang memberikan contoh tentang ketidakserasian antara ucapan dengan perbuatan?”
*********
Tugas utama seorang guru, pendidik, ustadz ataupun murabbi bukan sekedar mentrasfer ilmu yang mereka miliki. Kewajiban utama dan tugas paling berat seorang guru adalah menjadi teladan bagi para murid. Begitu juga halnya dengan seorang murabbi, ia harus mampu menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan. Tidak boleh ada perbedaan antara yang diucapkan dengan yang dikerjakan.
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaf:2-3)
“...Aku tidak bermaksud menyelesihi kalian terhadap sesuatu yang aku larang kalian mengerjakannnya. Aku hanya bermaksud (melakukan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.” (QS. Hud: 88)
Dr. Yusuf al Qaradlawiy juga pernah memberikan wejangan, “Perkataan dianggap tercela jika lebih banyak dari amal perbuatan. Dan lebih tercela lagi jika tidak diiringi amal perbuatan. Dan lebih lebih tercela lagi jika bertentangan dengan amal perbuatan.”
Hasan al Bashri, salah seorang ulamat tabi’in, suatu ketika pernah diminta untuk berkhutbah tentang memerdekakan budak. Selama tiga kali Jumat sejak diminta, beliau tidak pernah sedikitpun menyinggung masalah perbudakan dalam khutbahnya. Baru pada Jumat keempat, beliau berkhutbah dengan lantang tentang memerdekakan budak.
Seusai mendengar khutbah Hasan al Bashri, para pemilik budak pun beramai-ramai memerdekakan budaknya.
Ketika ditanya, ”Kenapa baru sekarang Anda berkhutbah tentang memerdekan budak?”
“Seperti yang kalian ketahui, saya tidak punya budak. Dan selama tiga minggu saya menabung untuk membeli budak. Setelah tabungan saya cukup, saya pun membeli budak dan dia saya merdekakan.”
Saya teringat, salah seorang murid pernah bercerita tentang  pembina adiknya di asrama. Si adik takjub dan salut dengan pembinanya yang selalu bangun sebelum pukul 04.00 WIB. Si adik sangat ingin meneladani pembinanya, sebelum pukul 04.00 WIB sudah terbangun. Bermunajat di saat orang lain masih terlelap dan dibuai mimpi.



Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

No comments:

Post a Comment