Saturday, 30 April 2016

Kata Siapa Pacaran Itu Haram?




Fadil Ahmadhia Warman, MA ArRisalah

Kita memang tidak lagi hidup di zaman Nabi. Bukan sedang berada di mimbar dakwah. Bukan sedang bersemayam di lingkungan santri. Namun, apakah akidah mengenal batas teritorial? Apakah Alquran mengenal kadaluwarsa?


Kawan, mau sejauh manapun zaman berubah. Mau secanggih apapun teknologi berkembang. Mau sepanjang apapun jalan kenangan. Mau semanis apapun rayuan setan. Pedoman kita tetaplah Alquran. Alquran yang tanpa revisi, edisi, amandemen atau hasil karya dari sejumlah pengarang. Ketahuilah, kita hanya miliki satu yang sama untuk semua.

Lantas, karena ia pedoman, sumber kita. Sampai hadits sebagai tambahannya. Semua yang ada di dalamnya berarti mesti kita jalankan tanpa perlu banyak alasan.

Termasuk yang satu ini, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al – Israa: 32)

Kalau begitu, pertanyaan pada judulnya sudah terjawabkah?

Ya harusnya begitu. Namun,masih ada yang gak paham atau mungkin pura-pura gak paham.

“Lah saya pacaran kan cuma status, gak ngapa-ngapain kok, apalagi berbuat zina.”
“Pacaran kan hanya sekedar nama.”

Memang benar kok, sebenarnya pacaran itu bukan “nama”nya yang salah. Tapi… ya perbuatannya itu yang jelas menjurus ke hal yang salah.

Nggak tahu ya darimana asalnya kata ini. Namun yang pasti istilah pacaran ini telah berkembang begitu hebat melebihi kapasitas hebat itu sendiri. Bahkan beberapa oknum memperluas namanya menjadi berbagai nama, misalnya: pacaran islami.

Tapi apapun namanya, kemaksiatannya tetap terjadi.Meskipun kau katakan “kami tidak ngapa-ngapain“, apa benar kalian bisa menahan untuk tidak smsan, chatingan? Apa benar kalian bisa menahan untuk tidak ketemuan dengan hati yang bergejolak bagai dentuman?

Kawan, jika hal itu semua diperbolehkan. Lantas, apa makna dari zina mata, zina lisan, zina pendengaran, dan zina-zina lainnya yang turut beriringan?

“Kami tidak pacaran, hanya saling jaga komitmen saja.”

Menjaga komitmen. Hem boleh juga. (Boleh juga modusnya hehe)Kawan, yakinkah kalian tidak sering saling memikirkan?Tidak pernah berdua-duaan atau boncengan?Tidak pernah saling panggil dengan panggilan sayang?Ini sama saja. Sama-sama dekati zina. Cuma bedanya, yang satu terang-terangan depan orang, dan yang satunya lagi berupaya membungkusnya dengan sesuatu yang tidak terawang.

Kawan, aku pernah mendengar bahwa komitmen hanya benar diakui saat khitbah dilaksanakan. Benar kan?Kamu sang bidadari, tidak adalah doi berjanji suci sebelum benar ia berjabat tangan dengan ayahmu di hari akad nanti.Dan kamu sang pangeran subuh, tidak adalah doi boleh kau pegangi sebelum terucap kata sah dari para saksi di hari akad nanti.

“Kalau gak pacaran, saya tersiksa dengan perasaan.”Kawan, kau bilang katanya tak bisa menyangkal masalah perasaan.Namun bagaimana dengan sangkalanmu terhadap ketaatan?Relakah kau gadaikan ketaatanmu demi memuaskan asa yang semu?Pernah pepatah mengatakan “Jangan terlalu menggunakan perasaan, dahulukanlah ketaatan!”Maknanya tak lain adalah kita mesti selalu dahulukanlah Allah, Allah is the first of our priority list. Yakinlah hadiah atas kesabaran adalah pahala yang tak terkira, bukan sekedar kebahagiaan yang sementara.

Bersabarlah…

Tiada kata ayah-bunda selagi akad belum terwacana. Tiada sapa cintaku-sayang selagi mahar belum terbentang. Tiada panggil umi-abi selagi kata “sah” belum terbisiki.

Jadi, kata siapa pacaran itu haram?Ya… Kata pedoman.Tapi, sebenarnya.. pacaran boleh kok.Asalkan…Sudah halal alias menikah dan sah secara agama. (Hey… Ini bukan lagi soal tawar-menawar. Ini tuntutan pedoman)

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu menikah, maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, maka siapa saja yang belum mampu baginya, berpuasalah. Karena sesungguhnya berpuasa itu baginya adalah perisai.” (H.R. Bukhari, Muslim)



Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online 

No comments:

Post a Comment