by.
Nurul khoiriyyah
Ketika untuk pertama kali kamu mengerti arti
kehilangan, apa yang ingin kamu lakukan? Menangis meratapi hari, atau
memutuskan untuk membuka lembar baru tanpa ‘dia’ , seseorang yang pergi dan
membuat mu begitu merasa kehilangan.
Jika kamu memilih untuk bergelimang dalam
kesedihan, kamu akan terpuruk begitu dalam. Membiarkan tangis mengungkung
keseharian mu. Sedangkan kamu tau, hidupmu akan tetap berjalan tanpa ‘dia’.
Tapi jika kamu memutuskan membuka lembar baru tanpa ‘dia’ ada bagian hati mu
yang memberontak . tak ingin berpura pura tabah dalam rasa kehilangan.
Jadi pilihan apa yang akan kamu pilih.?
Dengan raga yang di lingkupi hati yang merasakan segalanya, apa kamu hanya diam
menjadi penonton yang hanya akan menangis ketika kisahnya mencapai klimaks.
Atau ikut tertawa ketika mendapat akhir yang bahagia. Itu takkan membuatmu
mengerti makna kehilangan yang sesungguhnya. Jadi jangan pernah lari dari
siklus hidup yang meneriakkan makna hidup dan kematian.
Dan disini aku. Ketika aku mulai mengerti
makna hidup, ‘dia’ juga mengajari ku arti dari sebuah kehilangan. Aku
menyayanginya, sungguh. Bukan seperti seorang remaja yang sedang di buai cinta
monyet. Tapi cinta yang mengajariku ‘tak semua yang kamu inginkan akan kamu
dapatkan’. Ini bukan surga,bukan. Yang hanya dengan memikirkannya kamu akan
mendapatkannya.
@@@
“Siapa kamu?” aku membentak orang itu. sedari
tadi dia memperhatikanku intens. Aku tak mengenalnya. Orang aneh yang datang
keatap rumah sakit tempat ku merenung. Gerakan nya pun aneh. Tanga nya
menggapai angin yang tak terlihat.
“Aku?” dia menunjuk dirinya,aneh.
Hari ini kelasku mengunjungi Mel yang
dkabarkan dirawat karena terserang malaria. Daya tahan tubuhnya diserang plasmodium, yang termasuk jenis sporozoa Penyebab penyakit
malaria. Aliran darahnya terkontaminasi terdapat plasmodium yang kini sudah
berkembang biak di organ hati Mel. Kemungkinan dia mendapat gigitan nyamuk anopheles disekolah.
Tapi aku tak mau ambil andil dalam hal ini.
Aku bukan temannya. Dan semua akan baik baik saja walau pun aku tk mengambil
alih diam di ruangannya sepanjang hari. Mel anak yang cerdas dan berbakat. Beda
dengan ku, semua orang tau Mel. Jadi aku tak harus ambil pusing. Jadi,
disinilah aku sekarang. Di atap teratas sebuah rumah sakit swasta terbesar di
kotaku.
Niat awal ku hanya untuk menghabiskan waktu
ditempat yang tenang. Lebih memilih menyendiri dari pada harus berdesakan di
ruangan Mel. Baru sebentar disini, seorang perempuan kecil , sepertinya dua tahun lebih kecil dariku,datang.
Diawal dia tak mengganggu. Tapi setelah dua menit dia beranjak kesampingku.
Memandangiku dengan gelagat anehnya. Jari jari nya terlihat tak terkontrol. Dan
aku risi dengannya.
“Bethy..!” seorang laki laki berjalan
mendekatiku. Dia merangkul gadis kecil yang terlihat senang dengan
kedatangannya.
“Hey, apa dia menyapa mu?” pertanyaan itu
untukku.
“Tidak.” Jawabanku dibalas dengan senyum.
“Dex..” laki laki itu mengulurkan tangannya. Untuk
seorang yang anti social sepertiku, menyambut jabatan tangannya terlihat
seperti gerakan kaku.
“Ema”
Bethy
melepas rangkulan Dex. Kaki nya mendekati pagar besi dan bersandar menghadap
kami. Kaki nya berayun, membentur besi pelan. Kulihat matanya tak fokus.
Jarinya masih bergerak gerak tak menentu. Dex tersenyum melihatnya.
“Beth, mengidap down sindrom dari kecil. Bagi
kebanyakan orang itu tak normal. Tapi kamu bisa lihat, dia sangat cerdas. Aku
mengenalnya saat aku datang kerumah sakit ini. Kukira dia memeriksa kelainan
pada otaknya. Tapi aku salah, dia terkena radang paru paru akut. Secara medis
dia diserang bakteri Diplococcus pneumonia. Tapi dia terlihat
sehat sehat saja bukan.” Aku hanya mengangguk menanggapinya.
“Kamu sendiri, mengapa ada
disini?” Dex menunggu jawabanku.
“Teman sekelasku terkena
malaria. Jadi kelasku meliat keadaannya hari ini.”
Beberapa menit awal percakapan kami
terlihat seperti basa basi. Tapi Dex tak kehabisan topik pembicaraan. Dia
berhasil membuat ku melontarkan terlalu
banyak kata. Dia bercerita banyak hal. Memberi
tau alamat sekolahnya walau aku tak bertanya. Bethy ikut bergabung walau
hanya menanggapi celotehan kami dengan cengiran.
Aku
turun saat Ken menelfonku karna semua orang baru sadar aku tak ada ketika akan
pulang. Aku pamit pada Dex dan Bethy, aku berharap suatu saat akan kembali bertemu dengan mereka.
@@@
“Em.. please..” Ken terus
membujuk ku untuk menemaninya kerumah sakit untuk melihat Mel. Ken adalah salah
satu penggemar Mel.
Dan sekarang disinilah aku. Dikoridor rumah
sakit yang terkontaminasi dengan warna putih. Karna bosan tak masuk dalam
percakapan Ken dan Mel, aku beralasan ingin mengunjungi temanku yang juga di
rawat di rumah sakit ini.
“Aku gak tau kamu punya
temen selain aku.” Ken curiga.
“Sori, aku gak sekuper
itu.” Mel tertawa mendengar jawabanku. Ken mengalah dan membiarkan ku pergi,
setelah dia mengancam akan meninggalkan ku jika terlalu lama. Aku melewati
lorong lorong rumah sakit menuju atap teratas.
Saatku berhasil mencapai atap, ku lihat ada
Bethy disana. Dia memandangku dan melambai kearah ku. Aku tersenyum dan
berjalan mendekatinya. Dia tengah merangkai sebuah puzzle bergambar system
kehidupan dalam pelajaran biologi. System lima kingdom , aku menyukai pelajaran
ini di sekolah. Bethy sudah berhasil memposisikan fungi, plantae, dan animalia
pada posisinya masing masing. Dia kelihatan ragu memposisikan antara monera dan
protista.
“Monera di awal Beth..” aku
meletakkan monera pada posisi pertama.
“Dua..” Bethy mengangkat
puzzle protista dan menaruhnya di posisi ke dua. Senyum tanpa beban menghiasi
wajahnya.
Aku terkesan dengan dengannya. Hidup
terlalu kejam menenggelamkan Bethy pada rasa sakit tak berujung. Gadis kecil yang
tangguh menurut ku , dalam rasa sakit dia masih bisa terseyum. Sedangkan aku
yang hidup dalam kecukupan tak pernah mengerti dengan makna kesyukuran. Bagi ku
hidup adalah sebuah kesempatan yang takberarti. Sedangkan bagi mereka yang sama
seperti Bethy, hidup adalah kesempatan kedua untuk melihat dunia.
“Kamu juga disini Em…” Dex
duduk di sampingku. Aku memberinya senyum.
“So, kenapa kamu ada disini?”
“Ken,memaksaku untuk manemaninya bertemu
dengan Mel. Kamu tau dia salah seorang penggemar Mel. Dan ,blup, disinilah
aku.” Dex tertawa menanggapiku.
Hari ini, Dex bercerita banyak hal tentang
rumah sakit ini. Dia punya ruang rahasia di ujung koridor lantai empat, suster
tak mengetahui tempat itu, terlalu tersudut. Seperti aku yang selalu mendapat posisi tak berharga
disetiap sudut kehidupanku. Tak ada yang bisa ku banggakaan dari diriku. Dex mengajak ku besok untuk
berkunjung ke tempat tempat yang sering dia jumpai di rumah sakit ini.
“Aku tunggu disini ya.” Dex
berteriak kepadaku saat aku mencapai tangga awal.
“Ya..” ujarku sambil
melambai kearahnya.
“Besok..” aku membalasnya
dengan anggukan kecil.
@@@
Dex menungguku dilantai teratas rumah
sakit. Dia tersenyum saat aku datang, tak ada Bethy saat ini.awal nya dia
mengajakku ke salah satu sudut di atap ini yang tak pernah ku lihat. Dari
tempat itu kami bisa melihat kota dari ketinggian. Dan ini menyenangkan.
“Kamu tau banyak tentang
tempat ini.” Dex tak menjawab, hanya tersenyum kepadaku.
Lalu
Dex mengajak ku ke lantai empat tempat sudut rahasianya berada. Ini ruangan kecil kamar inap kelas ekonomi.
Hanya ada kasur dan meja kecil disamping ranjang. Dex membuka tirai yang
menyebabkan sinar matahari masuk ke ruangan kecil itu. dia mengajakku mendekati jendela. Jendela itu
menghadap taman kecil di bagian belakang
rumah sakit. Ada kolam yang ditengah nya terdapat sebuah air mancur, di bagian
kanan dan kiri taman terdapat payung duduk yang muat untuk empat orang.
“Kapan kapan kita kesana
ya..” pintaku pada Dex. Dan dia hanya membalas ku dengan senyum.
Dex mengajak ku kebangsal anak anak yang
menderita lesmaniasis. Penyakit itu
ditularkan melalui perantara nyamuk
Pholobotomus , yang kemudian menyerang hati dan limpa. Penyakit ini
menimbulkan pembengkakan pada organ hati
dan limpa. Penyakit ini juga menimbulkan demam yang berkepanjangan.
Dex mengenalkan ku pada mereka. Ada kerling
antusias saat mereka melihat ku datang dengan Dex. Ada Rama yang sudah memasuki
bulan kelima dia dirawat di bangsal ini. Keyla juga mengatakan padaku kalau dia
sudah memasuki dua tahun dirawat di tempat ini.
Tak ada nada sedih kulihat dari cara mereka berbicara. Padahal aku tau,
hati mereka berharap dengan kesempatan kedua yang di berikan Tuhan sebagai
anugrah.
“kak
Ema, Kel ingin jadi dokter kalau sudah besar.”
“iya? Kakak yakin kamu pasti bisa jadi
dokter.”
“tapi kalau Tuhan gak ngasih Kel waktu lebih
lama gimana?” polos, itu yang aku tangkap dari cara Kel berbicara. Aku tak tau
harus menjawab apa. Itu semua kuasa Tuhan, ku tak pernah tau tentang hal itu.
“Tuhan pasti sayang sama Kel. Makanya Kel harus sering sering doa sama Tuhan, dan kamu
tetap harus selalu semangat” jawaban
yang klise menurut ku, tapi Kel menanggapinya dengan anggukan yang dibarengi
senyum lebar yang sangat manis.
Dex mengajak ku untuk memberikan beberapa
hadiah untuk mereka. Semuanya terlihat sangat bahagia saat kami membagikan
beberapa bingkisan. Lalu Dex mengantarku kepekarangan parkir rumah sakit. Aku mengucapkan
trimakasih, tapi Dex bilang seharusnya dia yang berterimakasih pada ku. Dex
memberiku satu bingkisan berisi boneka teddy bear yang tersisa.
“Dex..” aku memanggil Dex saat dia mulai
menjauhi mobil ku. Dia berbalik , menungguku mengatakan sesuatu.
“trimakasih untuk hari ini.” Ujar ku. Dex
tersenyum dan mengangguk. Lalu kembali berbalik.
“Dex..” dia kembali menatapku.
“
bye..” ujar ku lagi. Dex kembali
mengangguk dan sedikit tergelak.
@@@
Aku mempercepat laju mobil ku. Membunyikan
klakson sebentar sebentar. Aku mendengus saat melihat angka tiga puluh yang
terpampang di lampu lalulintas. Ku tundukkan kepalaku pada stir mobil. Mencoba
mengontrol emosiku yang meluap luap.
Kak Em.. kak Dex…
Pesan itu singkat, tapi mampu membuatku
mengerti ada sesuatu yang terjadi pada Dex. Lampu jalan berubah menjadi hijau.
Aku menekan gasku kuat kuat, tak ingin terlambat untuk menuju rumah sakit.
@@@
“satu…” Bethy mengangkat
puzzle monera dan meletakkannya pada urutan awal. Aku baru tau puzzle itu dari
Dex.
Dex. Entah sedalam apa aku mengenalnya. Dia baik dan ramah. Aku
menyukai sifatnya yang tergolong blak blakan. Malam itu aku baru tau, alasan
kenapa Dex tau seluk beluk rumah sakit ini. Segala sudut yang tak tersentuh
oleh yang lain, tapi tersentuh olehnya. Dex adalah pasien yang di infeksi
Mycobacterium tuberculosis, atau TBC. Penyakitnya sudah mencapai tingkat akut.
Malam itu Dex pergi dengan tenang. Meninggalkan ku yang mempunyai
segudang tanya untuknya. Esoknya, aku menumpahkan segalanya didepan nisannya.
“kenapa kamu gak pernah
cerita Dex?” aku tak mengerti , kenapa
aku menangisi orang yang baru ku kenal.
Aku terus menanyakan banyak hal di hadapan Dex. Menangisi kecuekan
ku atas dirinya. Dan aku tau, Dex takkan pernah menjawab tanyaku. Membiarkannya
mengambang di sudut kesedihan. Dex takkan pernah kembali , aku tau itu. disaat
aku menangisi kepergian Dex, Bethy datang dan merangkulku. Dan sejak saat itu
aku berjanji takkan pernah meninggalkannya.
Kamu bertanya banyak hal tentang kehidupan ini. Dan ingat,menanyakan
mengapa terlu banyak hal hal yang terjadi di hidup mu, sejatinya sama dengan
ketika kamu menanyakan kenapa ada huru ‘F’ pada kata ‘LIFE’.
No comments:
Post a Comment