Sunday, 31 January 2016

Pesantren, Menjawab Permasalahan Akhir Zaman




By : Qatrunnada Nasya (Sarajevo)

Sebuah Negara yang memiliki seorang pemimpin yang berintelektual tinggi, disiplin, dan tegas dalam mengambil keputusan merupakan salah satu syarat sebuah Negara dapat disegani oleh Negara lain, sehingga Negara tersebut mendapatkan kedudukan sejajar dengan Negara-negara “terpandang” lainnya.
Namun kenyataannya yang terjadi saat ini, beberapa Negara memiliki pemimpin yang kurang cakap dalam menjalankan tugasnya. Jabatan kepala Negara hanya diincar sebagai tempat strategis untuk mendapatkan uang yang banyak, sehingga para pemimpin hanya sibuk “memakan” uang rakyat tanpa sedikitpun memikirkan kesejahteraan rakyat. Padahal sejatinya, seorang pemimpin merupakan seorang “pelayan” bagi rakyatnya.

Ironi memang, tapi itulah yang sedang terjadi di akhir zaman ini, sebuah “Krisis kepemimpinan”.
Degradasi moral dan kepribadian seorang pemimpin yang dihadapi berbagai Negara di dunia, terkhusus di Indonesia, membutuhkan peran aktif pelajar sebagai penerus estafet bangsa. Mereka harus dibentuk sebagai pemuda yang “tangguh” yang siap menghadapi arus globalisasi tanpa kehilangan jati dirinya, tidak menjadi seorang “pengecut” yang hanya memikirkan kepentingan sendiri.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa dunia sedang menunggu pemuda “militan” yang siap menjadi pemimpin yang “pantas” bagi sebuah Negara. Berbeda dengan periode hukum rimba “siapa yang kuat, dia dapat”, di era globalisasi ini, pemuda militan tidak hanya identik dengan seorang pemuda yang memiliki skill seorang petarung. Namun, seorang pemuda militan diharuskan memiliki skill-skill yang lain, seperti kemampuan intelektual yang tinggi, kedisiplinan, ketegasan, dan moral yang baik.
Salah satu lembaga yang dapat menghasilkan pemuda-pemuda tangguh tersebut adalah PONDOK PESANTREN. Ketika disebutkan kata “pesantren” sebagian besar orang beranggapan bahwa pesantren merupakan sebuah lembaga “kuno”, tertinggal, dan tidak dapat disandingkan dengan sekolah-sekolah lain di era globalisasi ini. Namun perlu diketahui, dewasa ini, pondok pesantren telah mengadopsi sistem pendidikan modern yang menggunaka bahasa pengantar asing (arab dan inggris), untuk menyiapkan generasi yang tidak gagap teknologi (gaptek) tanpa harus kehilangan moral dan jati diri bangsa kita, bangsa Indonesia.

Pondok pesantren atau sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan “boarding school” adalah sebuah lembaga pendidikan yang menerapkan sistem hidup bersama (living together), yang tersistematis selama 24 jam, sehingga pendidikan diberikan secara maksimal. Selain itu, seorang “santri” juga dapat berlatih menjadi lebih dewasa, dengan menghadapi santri-santri lain yang berlatar belakang kebudayaan berbeda-beda. Mereka juga dapat belajar beradaptasi di berbagai kondisi, layaknya di lingkungan masyarakat pada umumnya.

Di pondok pesantren, santri juga diajarkan bela diri untuk mempertahankan dirinya, sama halnya yang diajarkan di sekolah militer. Santri juga dituntut untuk disiplin, terlihat dari jadwal-jadwal santri yang padat dan sistematis. Bedanya dengan sekolah militer, di pondok pesantren diajarkan berbagai macam bidang ilmu terutama ilmu “keagamaan” yang sangat berguna untuk membentuk kepribadian yang baik dan moral yang tangguh, sedangkan di sekolah militer mereka hanya diajarkan ilmu-ilmu “dunia”.
Banyak pemimpin-pemimpin Negara yang dilahirkan dari lembaga pendidikan yang memiliki sistem yang sama dengan pesantren. Seperti Raja Arab Saudi (Raja Salman), Presiden Turki (Erdogan), Sultan Brunei Darussalam (Sultan Bolkiah), dan yang lainnya. Mereka memiliki kepribadian yang sudah dibentuk sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menjadikan negaranya sebagai Negara “terpandang”. Karena itu, mereka berhak disebut sebagai “pemuda-pemuda militan”.

Bayangkan saja jika seluruh Negara di dunia ini memiliki pemimpin seperti mereka yang terbentuk dari lembaga pendidikan yang memiliki sistem pendidikan yang berkualitas seperti yang ada di pondok pesantren. Maka “masalah besar” di akhir zaman ini akan terselesaikan. Mengapa demikian? Karena para pemuda–pemuda militan yang menjadi pemimpin-pemimpin negara tersebut telah memiliki jiwa-jiwa yang tangguh,berintelektual tinggi, disiplin, bermoral tinggi serta tegas dalam mengambil tindakan. Sehingga permasalahan-parmasalahan yang sering terjadi di berbagai negara seperti korupsi dan nepotismme dapat dituntaskan sampai ke akar-akarnya.

Oleh karena itu, pemuda-pemuda militan yang dihasilkan dari lembaga seperti pondok pesantern merupakan solusi yang dapat mengatasi masalah “kritis kepemimpinan” di akhir zaman ini. 

 

Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

No comments:

Post a Comment