By :
Qatrunnada Nasya (Sarajevo)
Sebuah Negara yang memiliki seorang
pemimpin yang berintelektual tinggi, disiplin, dan tegas dalam mengambil
keputusan merupakan salah satu syarat sebuah Negara dapat disegani oleh Negara
lain, sehingga Negara tersebut mendapatkan kedudukan sejajar dengan
Negara-negara “terpandang” lainnya.
Namun kenyataannya yang terjadi saat ini, beberapa Negara memiliki pemimpin
yang kurang cakap dalam menjalankan tugasnya. Jabatan kepala Negara hanya
diincar sebagai tempat strategis untuk mendapatkan uang yang banyak, sehingga
para pemimpin hanya sibuk “memakan”
uang rakyat tanpa sedikitpun memikirkan kesejahteraan rakyat. Padahal
sejatinya, seorang pemimpin merupakan seorang “pelayan” bagi rakyatnya.
Ironi memang, tapi itulah yang sedang
terjadi di akhir zaman ini, sebuah “Krisis
kepemimpinan”.
Degradasi moral dan kepribadian seorang
pemimpin yang dihadapi berbagai Negara di dunia, terkhusus di Indonesia,
membutuhkan peran aktif pelajar sebagai penerus estafet bangsa. Mereka harus
dibentuk sebagai pemuda yang “tangguh”
yang siap menghadapi arus globalisasi tanpa kehilangan jati dirinya, tidak
menjadi seorang “pengecut” yang hanya
memikirkan kepentingan sendiri.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dunia
sedang menunggu pemuda “militan” yang
siap menjadi pemimpin yang “pantas”
bagi sebuah Negara. Berbeda dengan periode hukum rimba “siapa yang kuat, dia dapat”, di era globalisasi ini, pemuda militan
tidak hanya identik dengan seorang pemuda yang memiliki skill seorang petarung. Namun, seorang pemuda militan diharuskan
memiliki skill-skill yang lain,
seperti kemampuan intelektual yang tinggi, kedisiplinan, ketegasan, dan moral
yang baik.
Salah satu lembaga yang dapat menghasilkan
pemuda-pemuda tangguh tersebut adalah PONDOK PESANTREN. Ketika disebutkan kata
“pesantren” sebagian besar orang
beranggapan bahwa pesantren merupakan sebuah lembaga “kuno”, tertinggal, dan tidak dapat disandingkan dengan
sekolah-sekolah lain di era globalisasi ini. Namun perlu diketahui, dewasa ini,
pondok pesantren telah mengadopsi sistem pendidikan modern yang menggunaka
bahasa pengantar asing (arab dan inggris), untuk menyiapkan generasi yang tidak
gagap teknologi (gaptek) tanpa harus kehilangan moral dan jati diri bangsa kita,
bangsa Indonesia.
Pondok pesantren atau sekarang ini lebih
dikenal dengan sebutan “boarding school”
adalah sebuah lembaga pendidikan yang menerapkan sistem hidup bersama (living together), yang tersistematis
selama 24 jam, sehingga pendidikan diberikan secara maksimal. Selain itu,
seorang “santri” juga dapat berlatih
menjadi lebih dewasa, dengan menghadapi santri-santri lain yang berlatar
belakang kebudayaan berbeda-beda. Mereka juga dapat belajar beradaptasi di
berbagai kondisi, layaknya di lingkungan masyarakat pada umumnya.
Di pondok pesantren, santri juga diajarkan
bela diri untuk mempertahankan dirinya, sama halnya yang diajarkan di sekolah
militer. Santri juga dituntut untuk disiplin, terlihat dari jadwal-jadwal
santri yang padat dan sistematis. Bedanya dengan sekolah militer, di pondok
pesantren diajarkan berbagai macam bidang ilmu terutama ilmu “keagamaan” yang sangat berguna untuk
membentuk kepribadian yang baik dan moral yang tangguh, sedangkan di sekolah
militer mereka hanya diajarkan ilmu-ilmu “dunia”.
Banyak pemimpin-pemimpin Negara yang
dilahirkan dari lembaga pendidikan yang memiliki sistem yang sama dengan
pesantren. Seperti Raja Arab Saudi (Raja Salman), Presiden Turki (Erdogan),
Sultan Brunei Darussalam (Sultan Bolkiah), dan yang lainnya. Mereka memiliki
kepribadian yang sudah dibentuk sedemikian rupa, sehingga mereka dapat
menjadikan negaranya sebagai Negara “terpandang”.
Karena itu, mereka berhak disebut sebagai “pemuda-pemuda
militan”.
Bayangkan saja jika seluruh Negara di dunia
ini memiliki pemimpin seperti mereka yang terbentuk dari lembaga pendidikan
yang memiliki sistem pendidikan yang berkualitas seperti yang ada di pondok
pesantren. Maka “masalah besar” di
akhir zaman ini akan terselesaikan. Mengapa demikian? Karena para pemuda–pemuda
militan yang menjadi pemimpin-pemimpin negara tersebut telah memiliki jiwa-jiwa
yang tangguh,berintelektual tinggi, disiplin, bermoral tinggi serta tegas dalam
mengambil tindakan. Sehingga permasalahan-parmasalahan yang sering terjadi di berbagai
negara seperti korupsi dan nepotismme dapat dituntaskan sampai ke akar-akarnya.
Oleh karena itu, pemuda-pemuda militan yang
dihasilkan dari lembaga seperti pondok pesantern merupakan solusi yang dapat
mengatasi masalah “kritis kepemimpinan”
di akhir zaman ini.
No comments:
Post a Comment