Sunday 31 January 2016

Mengubur Ego





Oleh : Oktarizal Fiardi

"Tidak ada yang lebih berhak menjadi khalifah selain diriku dan ayahku," ujar Muawiyah bin Abi Sufyan,  khalifah pertama dan pendiri Daulah Bani Umayyah, suatu ketika. Mendengar perkataan Muawiyah sontak para sahabat yang mendengarnya kaget dan terheran-heran.
Mereka seperti mendengar petir di tengah terik matahari. Keheranan mereka semakin bertambah ketika melihat Abdullah bin Umar yang ikut mendengar perkataan Muawiyah hanya diam seribu bahasa, tak sepatah kata pun yang ia keluarkan sebagai tanda protes dan isyarat tidak setuju.

"Aku tidak ingin menjadi penyebab terpecah belahnya umat, dan aku tidak senang kalau seandainya persatuan yang telah terjalin dalam bingkai akidah ini terputus kembali." Hanya itu jawaban yang dilontarkan Abdullah bin Umar ketika salah seorang sahabatnya bertanya, "Wahai Ibnu Umar! Kenapa Engkau hanya diam, bukankah kamu dan ayahmu lebih berhak menjadi khalifah dari pada Muawiyah dan ayahnya? Kamu dan ayahmu wahai Ibnu Umar, termasuk golongan pertama yang memeluk agama ini, telah banyak sumbangan berharga yang kalian persembahkan untuk agama ini. Sementara Muawiyah dan ayahnya hanyalah orang-orang yang terakhir masuk ke dalam agama ini."

Keutuhan jama'ah dan kelanggengan persatuan umat harus lebih dikedepankan daripada ego pribadi. Pesan itu yang ingin disampaikan Ibnu Umar kepada sahabatnya dan kepada kita, generasi yang sangat merindukan kembalinya zaman kejayaan dan kegemilangan Islam. Ego pribadi harus dikubur dalam-dalam jika ia bisa menjadi pemicu retaknya persatuan. Makna inilah yang sangat dipahami Ibnu Umar ketika ia harus diam seribu bahasa dan tidak membantah ucapan Muawiyah.

Persatuan (al-ittihâd) dan persaudaraan (al-ukhuwah) adalah dua sejoli yang menjadikan umat ini memiliki kekuatan besar. Sangat tepat ketika di beberapa ayat Allah menyandingkan antara kata iman dengan kata persaudaraan. Seakan-akan al-îmân dan al-ukhuwah adalah dua kembaran yang tidak bisa dipisahkan. Dari imanlah bibit-bibit persaudaraan  bisa tumbuh, dan persatuan tidak akan bisa terwujud jika masing-masing individu tidak merasa bersaudara.

Sebagaimana kata-kata iman yang disandingkan dengan kata-kata persaudaraan, Al-Quran pun juga menyadingkan kata perpecahan dan perselihan dengan kata kekafiran. Perpecahan dan perselisihan ibarat pintu pembuka menuju jurang kekafiran. Keduanya bisa menjadi penyebab umat ini saling angkat senjata dan saling bunuh.

Dan taatilah Allah dan Rasul-nya dan janganlah kamu berselisih yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang serta bersabarlah. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfâl :46)

Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. al-Hujurat: 10)


Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online


No comments:

Post a Comment