Saturday 30 April 2016

Kertas





Oleh: Lita Oktaviani

Penuh,letak tak beraturan,berada disana-sini dalam berbagai wujud. Terpaku di sterofom, terdiam di rak-rak bertumpukan dengan berbagai undangan dan map, berada di printer,menunggu untuk di gunakan. Sepertinya,semua sudut ruangan ini di telah di kuasai olehnya. Hanya di atas lemari yang terletak dibelakang meja kerjaku, ia terlihat rapi dengan berbagai label.


Kertas-kertas itu seperti pengawal setia yang selalu mendampingiku. Kemanapun dan apapun yang ku kerjakan dalam ruangan ini, tak pernah lepas darinya dan tampaknya ia tak merasa bosan meskipun telah dua tahun bersama dengan orang yang sama dan melakukan rutinitas yang sama.

Ia juga tidak pernah mengeluh saat aku harus memakainya berkali-kali atau marah saat aku harus membuangnya.

“kenapa aku harus marah, bukannya aku seharusnya bersyukur karena dapat membantu manusia?”

“tapi kau sering kali dicampakan setelah digunakan, bahkan kau pun dikelompok-kelompokan, kau akan di simpan bila kau di anggap penting tapi bila tidak, nasibmu berakhir di tempat sampah” ujarku padanya suatu hari

“itu adalah hal yang biasa, sebagian dari kami memang ada yang dibuang. Tapi itu adalah proses yang harus kami lalui agar sebagian lagi diantara kami digunakan untuk hasil yang sempurna”

Aku tergugu mendengar penuturannya. Begitu mudahnya ia dan yang lain berkorban sementara kami manusia?

Pagi ini aku menjalankan rutinitasku seperti biasa yang pasti berhubungan dengannya, sang kertas. Merekap absensi, membuat berita acara karyawan baru masuk dan keluar,SK dan hal lain yang tak lepas dari menggunakan kertas. Pagi ini aku sendiri,rekan kerjaku sakit.

“kamu hampir setiap hari membuat laporan, untuk apa?” ia bertanya

“ehm…begini dalam dunia kerja, antar divisi saling berkaitan, jadi agar tidak terjadi miskomunikasi diperlukan laporan”

“berarti jika ada sesuatu atau ada yang berubah, setiap divisi mencatatnya dan melaporkannya ke atasan ?

“kurang lebih begitu” jawabku santai

“berarti hampir sama seperti  malaikat dong,mencatat apapun yang terjadi dan nanti manusia akan menerima laporannya”

Aku tergugu.

“manusia tahu setiap perbuatan mereka dicatat oleh malaikat, tapi kenapa sering melalaikan bahkan berbuat yang tidak baik, apakah mereka tidak menginginkan menerima laporan dengan hasil yang baik?”

Aku tak menjawab

“manusia juga memiliki SK dari Allah yang tidak akan berubah sampai kapanpun, manusia akan mengalami kematian, tapi kenapa banyak yang lupa untuk mempersiapkannya?”

“hei…kenapa kamu diam saja, apa ada yang salah dengan ucapanku?”

Aku menggeleng. Ruangan ini semakin terasa sepi.

Pagi ini aku menginput nilai rapor guru dan karyawan tempatku bekerja. Sang kertas sudah pasti menemaniku. Ia terus berbicara tentang hal-hal baru yang ia temui ataupun ia dengar dari temannya. Aku terus bekerja sembari mendengarkannya dan sesekali menyelingi pernyataannya.

“apa kau bahagia dengan kehidupanmu saat ini?”

“iya, tentu saja”

“kenapa?”

“ aku pernah bilang padamu, aku senang bisa bermanfaat untuk orang yang lain, meski dalam hal yang sederhana  tapi itu sudah cukup bagiku untuk membuatku bahagia”

“sesederhana itu?”

“iya, tidak perlu alasan yang muluk-muluk atau hal yang luar biasa untuk bahagia, dengan membuat orang lain tersenyum maka kau akan merasa bahagia”

“begitukah?”

“ apa kau ragu dengan ucapanku?”

“ehm..entahlah”

Aku kembali pada tugasku. Ia kembali merenung dan diam memperhatikanku hingga tugasku selesai.

Aku baru saja membuka pintu saat mataku menatap ada yang berubah dengan tatanan ruanganku. Laci meja kerjaku tak terkunci, map-map di atas meja juga berantakan. Dan kertas…ya kertas-kertas itu berhamburan di lantai dengan berbagai tulisan. Ku ambil selembar, tertulis “ aku pinjam kertas-kertasmu untuk sementara waktu”

“Tuhan…semoga saja bukan kertas itu yang diambil”

Ku keluarkan semua kertas yang ada dalam laci.

“ tidak…kenapa harus kertas itu yang diambilnya” lututku lemas menerima kenyataan bukti transaksi kemaren tak ada di tempatnya lagi.


Image Source


Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online 

No comments:

Post a Comment