Thursday, 7 April 2016

Hanya Butuh Berlapang Dada




Oleh: Oktarizal Fiardi

Dalam perjalanan hidupnya, manusia akan selalu berhadapan dengan berbagai macam ujian dan cobaan. Tiada hidup tanpa adanya ujian dan cobaan. Hidup dengan berbagai macam ujian dan cobaannya ibarat dua sisi mata uang yang tak mungkin untuk dipisah. Ujian dan cobaan hidup hanya akan berakhir ketika seseorang telah berselimutkan tanah. Dan segala ujian dan cobaan itu benar-benar akan hilang ketika seseorang telah melangkahkan kakinya ke surga.


Suatu kali Imam Ahmad pernah ditanya, “Kapan waktu untuk beristirahat, wahai Imam?” Beliau menjawab, “Ketika kaki sudah melangkah di surga.”

Seringkali, ujian dan cobaan hidup mengundang datangnya kesedihan, kegalauan dan  kegelisahan. Terkadang, ketika tidak mampu menyikapi ujian dengan baik, pribadi yang semula baik bisa saja secara tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang tidak lagi baik. Sebaliknya, pribadi yang semula tidak baik juga bisa berubah menjadi baik ketika bijak dalam menyikapi ujian dan cobaan hidup.

Perlu kiranya untuk kembali diingat, dunia ini adalah darul ibtila’(tempat ujian). Tanpa ada pengecualian sama sekali, siapa saja yang singgah di dunia ini pasti akan menghadapi ujian. Para Nabi dan Rasul pun yang merupakan manusia pilihan juga tak luput dari ujian.

"Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa." (HR. Tirmidzi)

Ketika ujian datang silih berganti, yang tepenting adalah cara menyikapinya. Terimalah segala sesuatu dengan penuh kelapangan dada. Terimalah segala sesuatu dengan penuh kerelaan dan keridhaan serta keyakinan bahwa yang Allah berikan adalah yang terbaik. Inilah makna berlapang dada yang sesungguhnya, menerima apapun yang datang dari Allah dengan penuh kerelaan dan keridhaan yang disertai keyakinan bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. 

Buah dari sikap lapang dada

Menyikapi ujian dengan lapang dada akan mendatangkan ketenangan di jiwa dan ketentraman di hati. Berlapang dada ketika ujian datang merupakan buah dari keimanan yang benar dan berprasangka baik kepada Allah.

Lapang dada merupakan permintaan para nabi dan orang-orang soleh kepada Allah. Nabi Musa as., ketika diperintahkan berdakwah kepada Fir’un, doa pertama yang beliau mohonkan kepada Allah adalah agar diberikan kelapangan dada. Nabi Musa as. sangat menyadari, berdakwah kepada Fir’un bukanlah perkara mudah. Sangat sulit berhadapan dengan seorang yang mengaku diri sebagai Tuhan. Kemungkinan besar, dakwah nabi Musa akan ditolak. Tidak hanya dakwah yang ditolak, si pendakwah pun bisa jadi akan disakiti, disiksa bahkan dibunuh.

Ketika seseorang bisa bersikap lapang dada, dia akan mampu mengambil keputusan yang tepat di saat genting. Inilah buah dari sikap berlapang dada yang dirasakan Nabi Musa as. Ketika dikejar Fir’un dan dihadapannya terbentang laut yang luas. Nabi Musa as. sangat meyakini akan datangnya pertolongan Allah.

“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku". Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu.” (QS. Asy Syu’ara 61-66)

Kepada manusia terbaik dan Rasul terakhir, Allah juga telah berikan nikmat besar berupa kelapangan dada.
Bukankah Kami telah melapangkan bagimu; dadamu? (al Insyirah:1)

Ketika seluruh kabilah Arab bersatu untuk menyerang Madinah dan berniat menghancurkan dakwah pada tahun ke 5 Hiriyah. Kaum muslimin berada dalam suasana takut yang mencekam. Pada saat genting seperti itu Rasul Saw. datang menghembuskan keyakinan akan pertolongan Allah kepada mereka. Di saat menggali parit, beliau mengabarkan kegembiraan untuk para sahabat, 

“Allahu Akbar, aku diberi tanah Persia. Demi Allah, saat ini aku bisa melihat istana Mada’in yang bercat putih. Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan’a.”

“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.”(al Ahzab:22)

Sikap lapang dada dan ibadah

Kelapangan dada sangat erat hubungannya dengan ibadah dan ketaatan kepada Allah. Semakin kuat iman, semakin tinggi keikhlasan dan semakin bagus kwalitas ibadah akan semakin mampu seseorang untuk berlapang dada. 

Ibnu Taimiyah, ketika dihadapkan dengan ujian yang sangat berat,harus berhadapan dengan penguasa zalim. Dalam satu kesempatan pernah mengatakan, “Apapun yang dilakukan oleh musuh-musuhku terhadap diriku, sedikitpun mereka tidak akan mampu menyengsarakanku. Mereka tidak akan mampu menghilangkan kebahagiaan dari diriku. Karena sumber kebahagiaan saya ada di dalam dada saya. Dan dia ada bersama saya dimanapun saya berada. Jika mereka memenjarakan saya, itu adalah kesempatan untuk bertafakur dan bermunajat. Jika mereka mengusir saya, itu adalah rekreasi. Dan jika mereka membunuh saya, itu adalah syahid dan itulah cita-cita tertinggi saya.”



Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

1 comment: