Oleh: Oktarizal Fiardi
Dalam perjalanan
hidupnya, manusia akan selalu berhadapan dengan berbagai macam ujian dan cobaan.
Tiada hidup tanpa adanya ujian dan cobaan. Hidup dengan berbagai macam ujian
dan cobaannya ibarat dua sisi mata uang yang tak mungkin untuk dipisah. Ujian
dan cobaan hidup hanya akan berakhir ketika seseorang telah berselimutkan
tanah. Dan segala ujian dan cobaan itu benar-benar akan hilang ketika seseorang
telah melangkahkan kakinya ke surga.
Suatu kali Imam Ahmad
pernah ditanya, “Kapan waktu untuk beristirahat, wahai Imam?” Beliau menjawab,
“Ketika kaki sudah melangkah di surga.”
Seringkali, ujian dan
cobaan hidup mengundang datangnya kesedihan, kegalauan dan kegelisahan. Terkadang, ketika tidak mampu
menyikapi ujian dengan baik, pribadi yang semula baik bisa saja secara
tiba-tiba berubah menjadi pribadi yang tidak lagi baik. Sebaliknya, pribadi
yang semula tidak baik juga bisa berubah menjadi baik ketika bijak dalam
menyikapi ujian dan cobaan hidup.
Perlu kiranya untuk
kembali diingat, dunia ini adalah darul ibtila’(tempat ujian). Tanpa ada
pengecualian sama sekali, siapa saja yang singgah di dunia ini pasti akan
menghadapi ujian. Para Nabi dan Rasul pun yang merupakan manusia pilihan juga
tak luput dari ujian.
"Manusia yang paling berat ujiannya
adalah para nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan
diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh),
maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji
sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan
cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa." (HR. Tirmidzi)
Ketika ujian datang
silih berganti, yang tepenting adalah cara menyikapinya. Terimalah segala
sesuatu dengan penuh kelapangan dada. Terimalah segala sesuatu dengan penuh
kerelaan dan keridhaan serta keyakinan bahwa yang Allah berikan adalah yang terbaik.
Inilah makna berlapang dada yang sesungguhnya, menerima apapun yang datang dari
Allah dengan penuh kerelaan dan keridhaan yang disertai keyakinan bahwa Allah
selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya.
Buah dari sikap lapang
dada
Menyikapi ujian dengan
lapang dada akan mendatangkan ketenangan di jiwa dan ketentraman di hati.
Berlapang dada ketika ujian datang merupakan buah dari keimanan yang benar dan
berprasangka baik kepada Allah.
Lapang dada merupakan
permintaan para nabi dan orang-orang soleh kepada Allah. Nabi Musa as., ketika
diperintahkan berdakwah kepada Fir’un, doa pertama yang beliau mohonkan kepada
Allah adalah agar diberikan kelapangan dada. Nabi Musa as. sangat menyadari,
berdakwah kepada Fir’un bukanlah perkara mudah. Sangat sulit berhadapan dengan
seorang yang mengaku diri sebagai Tuhan. Kemungkinan besar, dakwah nabi Musa
akan ditolak. Tidak hanya dakwah yang ditolak, si pendakwah pun bisa jadi akan
disakiti, disiksa bahkan dibunuh.
Ketika seseorang bisa
bersikap lapang dada, dia akan mampu mengambil keputusan yang tepat di saat
genting. Inilah buah dari sikap berlapang dada yang dirasakan Nabi Musa as. Ketika
dikejar Fir’un dan dihadapannya terbentang laut yang luas. Nabi Musa as. sangat
meyakini akan datangnya pertolongan Allah.
“Maka setelah kedua
golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa:
"Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul". Musa menjawab:
"Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak
Dia akan memberi petunjuk kepadaku". Lalu Kami wahyukan kepada Musa:
"Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu
dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.Dan di sanalah Kami
dekatkan golongan yang lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang
besertanya semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu.”
(QS. Asy Syu’ara 61-66)
Kepada manusia terbaik
dan Rasul terakhir, Allah juga telah berikan nikmat besar berupa kelapangan
dada.
Bukankah Kami telah
melapangkan bagimu; dadamu? (al Insyirah:1)
Ketika seluruh kabilah
Arab bersatu untuk menyerang Madinah dan berniat menghancurkan dakwah pada
tahun ke 5 Hiriyah. Kaum muslimin berada dalam suasana takut yang mencekam.
Pada saat genting seperti itu Rasul Saw. datang menghembuskan keyakinan akan
pertolongan Allah kepada mereka. Di saat menggali parit, beliau mengabarkan
kegembiraan untuk para sahabat,
“Allahu Akbar, aku
diberi tanah Persia. Demi Allah, saat ini aku bisa melihat istana Mada’in yang
bercat putih. Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Yaman. Demi Allah, dari
tempatku ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang Shan’a.”
“Dan tatkala
orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka
berkata: "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita".
Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah
kepada mereka kecuali iman dan ketundukan.”(al Ahzab:22)
Sikap lapang dada dan
ibadah
Kelapangan dada sangat erat
hubungannya dengan ibadah dan ketaatan kepada Allah. Semakin kuat iman, semakin
tinggi keikhlasan dan semakin bagus kwalitas ibadah akan semakin mampu
seseorang untuk berlapang dada.
Ibnu Taimiyah, ketika
dihadapkan dengan ujian yang sangat berat,harus berhadapan dengan penguasa
zalim. Dalam satu kesempatan pernah mengatakan, “Apapun yang dilakukan oleh musuh-musuhku
terhadap diriku, sedikitpun mereka tidak akan mampu menyengsarakanku. Mereka
tidak akan mampu menghilangkan kebahagiaan dari diriku. Karena sumber
kebahagiaan saya ada di dalam dada saya. Dan dia ada bersama saya dimanapun
saya berada. Jika mereka memenjarakan saya, itu adalah kesempatan untuk
bertafakur dan bermunajat. Jika mereka mengusir saya, itu adalah rekreasi. Dan
jika mereka membunuh saya, itu adalah syahid dan itulah cita-cita tertinggi
saya.”
Subhanallah, Mantapksss....
ReplyDelete