Sunday, 31 January 2016

Buah Dari Perilaku yang Tidak Jujur






By: Dewi Sartika
Di sepanjang jalan terlihat berjejer pohon yang yang tinggi menjulang, menaungi jalanan yang melintasi kota, dilengkapi dengan taman-taman yang dipenuhi tumbuhan pohon taman seperti bonsai-bonsai kerdil yang ditata dengan sedemikian rupa, ada yang membentuk lingkaran, leter U, membentuk hewan-hewan taman (seperti: jerapah, harimau, dan sebagainya) dengan demikian akan semakin memperindah taman kota tersebut.

Di sepinggir jalan itu, ada seorang anak yang bernama Hilman yang gemar bermain dan berlari-lari kecil mengelilingi taman dan memperhatikan kupu-kupu yang terbang. Di sana dia melihat seorang anak sebaya dengannya yang juga melakukan hal sama sepertinya yakni memperhatikan kupu-kupu yang bertebrangan.

Maka muncullah ide di benaknya untuk mengajak temannya tersebut ingin menangkap kupu-kupu yang sedang bertebrangan di taman itu. Lalu dia menghampiri teman yang baru saja dikenalnya itu.

“Halo, saya Hilman, kamu siapa?”, tanyanya, “saya Denta yang gemar bermain di taman ini”. “kenapa aku baru melihatmu kali ini ya,” tanya Hilman. “karena kamu tidak memperhatikanku, aku saja sering melihatmu, kamu yang suka duduk di bawah pohon beringin itu kan?” tembak Denta pada Hilman yang menyangka dirinya tidak pernah tampak oleh Hilman, tapi sesungguhnya hanya dia saja yang tidak memperhatikan keberadaan Denta selama ini.

“Selamat berkenalan, kita jadi sahabat sekarang”, tutur Hilman sambil mengulurkan tangannya ke arah Denta. “selamat memulai pertualangan baru, kita bersahabat erat, lekat, dan akrab, setuju?”, Dentapun menyambut uluran tangan Hilman dengan penuh semangat dan percaya bahwa jabatan tangan tersebut adalah awal dari jalinan persahabatan yang baru saja terjalin di antara mereka berdua.

Sore itu mereka berpisah, karena waktu sudah larut senja. Niat Hilman untuk mengajak Denta menangkap kupu-kupu bersama diurungkannya saja, dia berharap semoga di lain waktu dia bisa berjumpa lagi dengan Denta dan mengajakanya ke taman yang banyak dikelilingi kupu-kupu yang kelihatannya sedang mencari makan dengan menghirup putik sari bunga-bunga yanga ada di taman. Mereka berpisah untuk sementara, dan sepakat akan saling bersama jika kembali bertemu di taman ini.
Selama mereka berteman, Hilman tidak pernah mengajak Denta ke rumah untuk bermain, dia takut kalau dia ajak temannya itu ke rumah, maka Denta akan melihat ibunya yang sakit, kurus, dan terbaring tidak berdaya di atas tempat tidur. Dia malu punya ibu yang tidak lagi segar dan sehat seperti dulu, sewaktu dia masih bayi.

Pernah beberapa waktu lalu, Denta merengek minta ditunjukkin rumah Hilman dimana, namun Hilman pandai berkilah dan berbohong bahwa di rumah sedang ada ayahnya yang galak dan sangat geram jika dia bawa teman ke rumah. Mendengar penjelasan dari Hilman, maka Dentapun mengurungkan niatnya, dan menurut saja apa yang Hilman saranin, yakni lebih baik mereka tetap bermain di taman dan terus menuju kolam ikan yang juga berada tidak jauh dari taman itu.

Suatu saat, ibu Hilman merasa tidak lagi sanggup menahan sakit yang di deritanya, kemudian dia memanggil anak semata wayangnya Hilman: “Anakku... Hilman... Hilll..., di mana kamu nak???”, sambil tersungkur di lantai karena terjatuh dari tempat tidur sewaktu ingin mengambil air minum yag berada di atas meja di sisi ranjang ibu Hilman tersebut.

Hilman tidak sadar bahwa di rumah, ibunya yang sakit dan sendirian sedang membutuhkan pertolongannya. Karena sudah bosan bermain, ia terus balik ke rumah untuk istirahat. 

Setiba di halaman rumah, dia sangat terkejut karena orang-orang sudah mengerumuni rumahnya yang kecil dan sempit. Dia bertanya pada orang-orang yang hadir: “ada apa ini, kenapa rumah saya dikerubungi, mangnya ibu saya kenapa???”. Setelah dia terus menuju kamar tempat ibunya dibaringkan oleh orang-orang, maka ia mulai  sadar bahwa dia baru saja kehilangan orang yang selama ini sangat ia butuhkan dan  telah melahirkan dan menemani hidupnya sampai sekarang, meskipun secara materi ibunya tidak mampu memberikan materi lebih pada dirinya sebgaimana anak-anak lain yang sebaya dengannya.

Sudah seminggu Hilman dihinggapi rasa duka kehilangan ibu yang selama ini selalu berada disisinya, dia benar-benar merasa kehilangan. Hilman baru sadar bahwa ia benar-benar ingin ibunya kembali hidup dan ia berjanji pada Tuhan bahwa dia akan menjadi anak yang berbakti dan tidak lagi malu memiliki ibu yang sakit dan kurus seperti ibunya yang sakit dulu,  riwayat sakit sang ibu yang sudah lama terbaring di tempat tidur disebabkan oleh tidak kunjungnya mendapat perawatan dari dokter sekaligus asupan gizi yang cukup, yang mana ini semua juga tidak terlepas dari faktor ekonomi juga.

Ibarat kata pepatah “sepandai-pandai tupai melompat, maka ada kalanya ia akan jatuh juga”, maka kedok Hilman terbongkar juga, alamat tempat ia tinggali bersama ibunya diketahui juga oleh Denta sahabatnya, dan cerita bagaimana ia hidup dan sudah ditinggalin untuk selamanya oleh ibu tercintanya juga diketahui oleh Denta. Ketahuan rahasia Hilman ini berawal dari rasa penasaran Denta pada Hilman, sehingga ia bertanya dalam hati, “kenapa dalam satu minggu ini Hilman tidak kunjung muncul di taman sebagaimana ia lakukan bersama saya selama ini ya?”.

Akhirnya karena rajin bertanya dengan masyarakat sekitar, maka diperolehlah informasi dari salah satu warga kampung pemilik toko di tepi taman tersebut yang sudah mengenal Hilman dari kecil.

“Nasi sudah menjadi bubur”, apa yang menjadi penderitaan Hilman maka akan ia tanggung untuk selamanya, namun Denta tetap menjadi sahabat sejati yang menjadi teman karibnya, menjadi sahabat bagi temannya yang sekarang sudah hidup sebatang kara.

Semoga kisah ini dapat menginspirasi kita semua, agar mau jujur dan terbuka dalam sebuah jalinan persahabatan sekaligus tidak mau menyia-nyiakan orang tua yang masih hidup bersama dengan kita, dan terus memanfaatkan setiap momen dalam rangka taat dan berbakti kepada orang tua kita yang masih hidup, semoga kita dapat meraih Jannah-Nya melalui ridho orang tua yang dapat kita raih lewat sikap berbakti kepada keduanya. Amin.



 Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

No comments:

Post a Comment