Tuesday 3 May 2016

Isra’ Mi’raj dan Ujian Ketsiqqahan




Oleh : Oktarizal Fiardi

Kafir Quraisy girang luar biasa mendengar Rasul Saw. menceritakan peristiwa yang baru saja tadi malam dialaminya. Setelah sempat bimbang, akhirnya Rasul Saw. menceritakan pengalaman spritualnya yang penuh keajaiban. Perjalanan antara Mekah dan Baitul Maqdis yang biasa ditempuh selama dua bulan untuk pulang dan pergi hanya dlitempuhnya dalam waktu kurang dari satu malam. Sungguh aneh, ajaib dan bertabrakan dengan logika, nalar dan akal sehat manusia.


Sontak saja, peristiwa ini menjadi kesempatan emas bagi Kafir Quraisy untuk membuat kegaduhan dan menyalakan api fitnah di kalangan kaum muslimin. Peluang ini sudah lama mereka nanti. Dan sekarang dia hadir di depan mata.

Rasul Saw. sebagai pemimpin tertinggi umat jadi sasaran makar keji mereka. Pribadi Rasul Saw. yang selama bertahun-tahun dikenal dengan sikapnya yang penuh kejujuran dan amanah diserang dengan isu miring.

“Mana mungkin perjalanan yang mesti ditempuh sebulan untuk pergi dan sebulan lagi untuk pulang bisa dituntaskan hanya dalam satu malam perjalanan? Ini hanyalah bualan Muhammad!” Ujar mereka. Ada upaya pencemaran nama baik.

Dengan tuduhan semacam itu, Kafir Quraisy berharap kaum muslimin kehilangan ketsiqqahan dan tidak lagi percaya kepada Rasul Saw. Bahkan tidak sebatas itu, mereka menginginkan hal yang lebih besar, kaum muslimin tidak lagi percaya dengan risalah agung yang dibawa oleh Rasul Saw. Harapan mereka, kaum muslimin murtad meninggalkan ajaran Islam. Kembali lagi seperti mereka, menjadi penyembah dan pemuja berhala yang dibuat dengan tangan sendiri. Jangankan menyelamatkan orang lain, menyelamatkan diri sendiri saja, berhala-berhala itu justru  tak mampu.

Upaya merongrong ketsiqqahan tak henti-hentinya dilakukan. Segenap daya dan upaya dikerahkan. Merasa tidak cukup melempar bola liar dan api fitnah di tengah kaum muslimin. Sahabat terdekat Sang Rasul, Abu Bakar mereka datangi untuk digembosi.

“Apakah Engkau percaya, sahabat Engkau pulang dan pergi antara Mekah dan Baitul Maqdis hanya satu malam?” Ujar mereka.

Jawaban Abu Bakar sungguh di luar dugaan. Tak terbayangkan dan terprediksi sebelumnya.

“Jika Muhammad yang mengatakan” Ucap Abu Bakar penuh keyakinan.“Lebih dahsyat lagi dari itu saya tetap akan percaya. Sungguh, sebelumnya saya telah membenarkannya perihal wahyu yang diturunkan Tuhan kepadanya.” Abu Bakar melanjutkan dengan nada yang lebih tegas.

Abu Bakar, sahabat Nabi yang imannya paling kuat. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, Umar bin Khatab pernah mengatakan, “Seandainya iman Abu Bakar ditimbang dengan iman seluruh penduduk bumi, niscaya iman Abu Bakar akan lebih berat.”

Abu Bakar, sahabat Nabi yang memiliki kejernihan hati luar biasa dan pemahaman agama yang sangat mendalam. Beliau mampu memahami apa yang tidak mampu dipahami oleh sahabat lain.

Suatu kali Rasul Saw. berkisah di hadapan para sahabatnya. “Ada seorang hamba yang disuruh memilih antara harta benda dunia dengan sesuatu yang ada di sisi Allah. Lalu sang hamba lebih memilih apa yang ada di sisi Allah.”

Mendengar penuturan sang Rasul Saw., Abu Bakar langsung menangis, tak mampu lagi menahan tetesan air mata yang mengalir membasahi pipinya. Sahabat yang lain heran dan bertanya, “Wahai Abu Bakar, kenapa Engkau menangis?” “Hamba yang diberikan pilihan itu adalah RasuluLlah Saw.” Jawab Abu Bakar. Beliau paham dan mengerti di saat sahabat lain masih bertanya-tanya dalam hati tentang sosok yang dikisahkan oleh Rasul Saw.

Ada hubungan erat yang tidak bisa dipisahkan antara kemurnian iman, kejernihan hati dan kebenaran pemahaman dengan sikap tsiqqah. Semakin murni keimanan, semakin jernih hati dan semakin benar pemahaman akan melahirkan sikap tsiqqah yang kokoh dan tak tergoyahkan. Abu Bakar, sahabat Nabi yang bergelar as Shiddiq atau lelaki yang benar telah memberikan contoh.

Sikap Abu Bakar mengajarkan, ketsiqqahan kepada qiyadah akan memadamkan api fitnah dan mengubur segala upaya untuk merusak keutuhan jama’ah. Ketsiqqahan adalah kunci menggagalkan konspirasi dan fitnah.



Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

No comments:

Post a Comment