Oleh : Oktarizal Fiardi
Kafir Quraisy girang luar biasa
mendengar Rasul Saw. menceritakan peristiwa yang baru saja tadi malam
dialaminya. Setelah sempat bimbang, akhirnya Rasul Saw. menceritakan pengalaman
spritualnya yang penuh keajaiban. Perjalanan antara Mekah dan Baitul Maqdis
yang biasa ditempuh selama dua bulan untuk pulang dan pergi hanya dlitempuhnya
dalam waktu kurang dari satu malam. Sungguh aneh, ajaib dan bertabrakan dengan
logika, nalar dan akal sehat manusia.
Sontak saja, peristiwa ini menjadi
kesempatan emas bagi Kafir Quraisy untuk membuat kegaduhan dan menyalakan api
fitnah di kalangan kaum muslimin. Peluang ini sudah lama mereka nanti. Dan
sekarang dia hadir di depan mata.
Rasul Saw. sebagai pemimpin tertinggi
umat jadi sasaran makar keji mereka. Pribadi Rasul Saw. yang selama
bertahun-tahun dikenal dengan sikapnya yang penuh kejujuran dan amanah diserang
dengan isu miring.
“Mana mungkin perjalanan yang mesti
ditempuh sebulan untuk pergi dan sebulan lagi untuk pulang bisa dituntaskan
hanya dalam satu malam perjalanan? Ini hanyalah bualan Muhammad!” Ujar mereka.
Ada upaya pencemaran nama baik.
Dengan tuduhan semacam itu, Kafir
Quraisy berharap kaum muslimin kehilangan ketsiqqahan dan tidak lagi percaya
kepada Rasul Saw. Bahkan tidak sebatas itu, mereka menginginkan hal yang lebih
besar, kaum muslimin tidak lagi percaya dengan risalah agung yang dibawa oleh
Rasul Saw. Harapan mereka, kaum muslimin murtad meninggalkan ajaran Islam.
Kembali lagi seperti mereka, menjadi penyembah dan pemuja berhala yang dibuat
dengan tangan sendiri. Jangankan menyelamatkan orang lain, menyelamatkan diri
sendiri saja, berhala-berhala itu justru tak mampu.
Upaya merongrong ketsiqqahan tak
henti-hentinya dilakukan. Segenap daya dan upaya dikerahkan. Merasa tidak cukup
melempar bola liar dan api fitnah di tengah kaum muslimin. Sahabat terdekat
Sang Rasul, Abu Bakar mereka datangi untuk digembosi.
“Apakah Engkau percaya, sahabat Engkau
pulang dan pergi antara Mekah dan Baitul Maqdis hanya satu malam?” Ujar mereka.
Jawaban Abu Bakar sungguh di luar
dugaan. Tak terbayangkan dan terprediksi sebelumnya.
“Jika Muhammad yang mengatakan” Ucap Abu
Bakar penuh keyakinan.“Lebih dahsyat lagi dari itu saya tetap akan percaya.
Sungguh, sebelumnya saya telah membenarkannya perihal wahyu yang diturunkan
Tuhan kepadanya.” Abu Bakar melanjutkan dengan nada yang lebih tegas.
Abu Bakar, sahabat Nabi yang imannya
paling kuat. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, Umar bin Khatab
pernah mengatakan, “Seandainya iman Abu Bakar ditimbang dengan iman seluruh
penduduk bumi, niscaya iman Abu Bakar akan lebih berat.”
Abu Bakar, sahabat Nabi yang memiliki
kejernihan hati luar biasa dan pemahaman agama yang sangat mendalam. Beliau
mampu memahami apa yang tidak mampu dipahami oleh sahabat lain.
Suatu kali Rasul Saw. berkisah di
hadapan para sahabatnya. “Ada seorang hamba yang disuruh memilih antara harta
benda dunia dengan sesuatu yang ada di sisi Allah. Lalu sang hamba lebih
memilih apa yang ada di sisi Allah.”
Mendengar penuturan sang Rasul Saw., Abu
Bakar langsung menangis, tak mampu lagi menahan tetesan air mata yang mengalir membasahi
pipinya. Sahabat yang lain heran dan bertanya, “Wahai Abu Bakar, kenapa Engkau
menangis?” “Hamba yang diberikan pilihan itu adalah RasuluLlah Saw.” Jawab Abu
Bakar. Beliau paham dan mengerti di saat sahabat lain masih bertanya-tanya
dalam hati tentang sosok yang dikisahkan oleh Rasul Saw.
Ada hubungan erat yang tidak bisa
dipisahkan antara kemurnian iman, kejernihan hati dan kebenaran pemahaman
dengan sikap tsiqqah. Semakin murni keimanan, semakin jernih hati dan semakin
benar pemahaman akan melahirkan sikap tsiqqah yang kokoh dan tak tergoyahkan.
Abu Bakar, sahabat Nabi yang bergelar as Shiddiq atau lelaki yang benar
telah memberikan contoh.
Sikap Abu Bakar mengajarkan, ketsiqqahan
kepada qiyadah akan memadamkan api fitnah dan mengubur segala upaya untuk
merusak keutuhan jama’ah. Ketsiqqahan adalah kunci menggagalkan konspirasi dan
fitnah.
No comments:
Post a Comment