Saturday 31 December 2016

Mengajar dengan Memberi Teladan

                                 

Apabila anak-anak menyaksikan kita dengan tenang membahas sebuah masalah, menguraikan segala sesuatunya, dan menimbang semua pemecahan yang mungkin, mereka dengan sendirinya mulai menghargai dan meniru perilaku tersebut. Sebaliknya, jika kita menunjukkan sikap tersinggung, tidak mau kalah, tertekan atau kesal karena masalah kita, atau jika kita berpura­pura beranggapan bahwa masalah-masalah itu akan hilang atau beres dengan sendirinya, apa yang akan dipelajari oleh anak?


Dengan berbagai alasan psikologis, sebagian orangtua mungkin tidak mencontohkan keterampilan pemecahan masalah di rumah, walaupun sesungguhnya mereka adalah pemecah­pemecah masalah yang andal di pekerjaan atau di masyarakat.

Perhatikan reaksi Dani, ayah tiga orang anak, seorang apoteker di sebuah jaringan apotek besar. Dani bekerja sembilan atau kadang-kadang sepuluh jam sehari, ditambah kuliah untuk mendapatkan gelar doktor dengan harapan bahwa pada suatu hari ia akan mendapatkan posisi peneliti di sebuah pabrik farmasi. Dani bangga akan kemampuannya “mengatasi segala masalah”. Ia memandang dirinya orang berkepala dingin dan rasiona1, orang yang selalu diperlukan bila ada masalah.

Namun, bila di rumah, ia merasa harus bebas dan masalah. Kepada istrinya ia menyampaikan keinginannya agar rumah menjadi tempatnya beristirahat dan menghimpun semangat baru. Tetapi, ketika ia pulang kerja pada pukul 18.30, istrinya melapor bahwa makan malam terpaksa terlambat. “Telat? Telat lagi” omelnya. “Masak sih aku tidak bisa makan malam tepat pada waktunya sekali sebulan saja?” Saat makan malam, putrinya yang tertua mengatakan bahwa dalam pelajaran bahasa ia hanya mendapatkan nilai “6”. “Kalau saja kamu belajar seperti yang Ayah perintahkan,” sahut sang ayah dengan geram, “Kamu pasti dapat nilai sepuluh, tahu? Tampaknya di sini semua tidak beres. Setiap orang mau enaknya saja. Ayah pusing.” Ditinggalkannya meja makan meskipun makanan dalam piringnya baru dimakan sedikit.

Sungguh sangat mengherankan mengapa kita begitu sering memperlakukan orang lain bahkan orang asing dengan lebih baik dan lebih lembut ketimbang waktu memperlakukan orang yang kita sayangi. Namun, bila kita berusaha, hal mi mungkin tidak perlu terjadi. Sebagaimana diterangkan oleh psikolog sosial Dr. Louise Hart dalam The Winning Family, apabila orangtua menja­lankan tanggung jawab atas peran mereka sebagai pemimpin dalam keluarga, mereka merupakan teladan yang baik sekali bagi anak-anak mereka. Bagi anak Anda, Anda adalah seseorang dengan kekuasaan yang luar biasa—bahkan lebih besar daripada idola mereka! Hart menerangkan enam kualitas kepemimpinan yang perlu ditunjukkan oleh orangtua untuk mempertahankan keba­hagiaan dan harga diri individu dalam keluarga:

1. Anda harus mempunyai visi, arah, dan tujuan.
2. Anda hams mengkomunikasikan kepemimpinan Anda dengan efektif
3. Anda harus mengusahakan agar keluarga tetap terfokus kepada tujuan.
4. Anda harus mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan orang lain.
5. Anda harus mendukung kemajuan
6. Anda harus mengharapkan keberhasilan dan meraihnya.

Apakah anda telah memeragakan kepada anak Anda cara memecahkan masalah melalui kata dan perbuatan sehari-hari?

Zulfi Andri from : How to Raise a Child with A high EQ

No comments:

Post a Comment