Apabila
anak-anak menyaksikan kita dengan tenang membahas sebuah masalah, menguraikan
segala sesuatunya, dan menimbang semua pemecahan yang mungkin, mereka dengan
sendirinya mulai menghargai dan meniru perilaku tersebut. Sebaliknya, jika kita
menunjukkan sikap tersinggung, tidak mau kalah, tertekan atau kesal karena
masalah kita, atau jika kita berpurapura beranggapan bahwa masalah-masalah itu
akan hilang atau beres dengan sendirinya, apa yang akan dipelajari oleh
anak?
Dengan
berbagai alasan psikologis, sebagian orangtua mungkin tidak mencontohkan keterampilan
pemecahan masalah di rumah, walaupun sesungguhnya mereka adalah pemecahpemecah
masalah yang andal di pekerjaan atau di masyarakat.
Perhatikan
reaksi Dani, ayah tiga orang anak, seorang apoteker di sebuah jaringan apotek
besar. Dani bekerja sembilan atau kadang-kadang sepuluh jam sehari, ditambah
kuliah untuk mendapatkan gelar doktor dengan harapan bahwa pada suatu hari ia
akan mendapatkan posisi peneliti di sebuah pabrik farmasi. Dani bangga akan kemampuannya
“mengatasi segala masalah”. Ia memandang dirinya orang berkepala dingin dan rasiona1,
orang yang selalu diperlukan bila ada masalah.
Namun,
bila di rumah, ia merasa harus bebas dan masalah. Kepada istrinya ia
menyampaikan keinginannya agar rumah menjadi tempatnya beristirahat dan
menghimpun semangat baru. Tetapi, ketika ia pulang kerja pada pukul 18.30,
istrinya melapor bahwa makan malam terpaksa terlambat. “Telat? Telat lagi”
omelnya. “Masak sih aku tidak bisa makan malam tepat pada waktunya sekali
sebulan saja?” Saat makan malam, putrinya yang tertua mengatakan bahwa dalam
pelajaran bahasa ia hanya mendapatkan nilai “6”. “Kalau saja kamu belajar
seperti yang Ayah perintahkan,” sahut sang ayah dengan geram, “Kamu pasti dapat
nilai sepuluh, tahu? Tampaknya di sini semua tidak beres. Setiap orang mau
enaknya saja. Ayah pusing.” Ditinggalkannya meja makan meskipun makanan dalam
piringnya baru dimakan sedikit.
Sungguh
sangat mengherankan mengapa kita begitu sering memperlakukan orang lain bahkan
orang asing dengan lebih baik dan lebih lembut ketimbang waktu memperlakukan
orang yang kita sayangi. Namun, bila kita berusaha, hal mi mungkin tidak perlu
terjadi. Sebagaimana diterangkan oleh psikolog sosial Dr. Louise Hart dalam The
Winning Family, apabila orangtua menjalankan tanggung jawab atas peran
mereka sebagai pemimpin dalam keluarga, mereka merupakan teladan yang baik
sekali bagi anak-anak mereka. Bagi anak Anda, Anda adalah seseorang dengan
kekuasaan yang luar biasa—bahkan lebih besar daripada idola mereka! Hart
menerangkan enam kualitas kepemimpinan yang perlu ditunjukkan oleh orangtua
untuk mempertahankan kebahagiaan dan harga diri individu dalam keluarga:
1. Anda harus mempunyai visi, arah, dan tujuan.
2. Anda hams mengkomunikasikan kepemimpinan Anda dengan efektif
3. Anda harus mengusahakan agar keluarga tetap terfokus kepada
tujuan.
4. Anda harus mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan orang lain.
5. Anda harus mendukung kemajuan
6. Anda harus mengharapkan
keberhasilan dan meraihnya.
Apakah anda telah memeragakan kepada anak Anda cara memecahkan
masalah melalui kata dan perbuatan sehari-hari?
Zulfi Andri from :
How to Raise a Child with A high EQ
No comments:
Post a Comment