Tuesday 25 April 2017

Perjuangan Tidak Hanya Pada Pilkada

Reza Pratomo

Masih segar dalam ingatan kita bersama salah satu pemiihan kepala daerah yang cukup menguras energi segenap bangsa Indonesia baru saja usai, yaitu pemilihan gubernur DKI jakarta. Dimana yang ditetapkan sebagai pemenang adalah paslon no urut 3, yaitu Bpk. Anies Baswedan dan Bpk. Sandiaga Uno, sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih yang akan dilantik pada bulan oktober nanti. Sementara Bpk. Basuki Tjahaya Purnama dan Bpk. Syaiful Djarot harus puas menduduki tempat kedua.


Namun tulisan ini bukan untuk membahas bagaimana keduanya memenangkan pilkada, analisis kemenangan ataupun komentar tentang bagaimana pilkada ini berlangsung, namun bagaimana pendukung kedua kubu yang sangat terpolarisasi. Dan bagaimana sepertinya pertarungan diantara kedua kubu masih akan berlanjut di berbagai pertarungan kedepannya.

Pertanyaannya adalah mengapa?

Mengapa untuk sebuah dukung mendukung bisa sangat mengoyak sebuah persatuan yang selama ini kita junjung atas nama “Indonesia”?

Mengapa untuk sebuah jabatan yang hanya akan diamanahi selama lima tahun ada sebuah perbedaan yang sangat besar, sehingga memisahkan sahabat, mengoyak keluarga, memusuhi tetangga, curiga pada kolega dan banyak hal lainnya.

Mengapa kita bisa begitu tega dalam menyakiti orang-orang yang berbeda pandangan dengan kita, hanya karena “saya pilih no .....”

Mungkin disini saya agak sedikit berlebihan, karena fenomena yang nampak hanya pertarungan di sosial media dan atau media lainnya. Dan sangat mungkin realita yang terjadi di masyarakat tidak seburuk apa yang nampak. Oleh sebab itu jika memang keadaannya memang tak seburuk itu maka semoga negeri ini akan baik-baik saja kedepannya.

Namun secara kasat mata di berbagai media banyak dilempar argumen untuk pembenaran dari masing-masing kelompok terhadap pilihannya, dan bagaimana pihak yang berlawanan dengan mereka adalah “salah”.

Tentu saja saya tidak dalam posisi menyatakan bahwa ada pendapat yang benar, sementara yang lain salah. Karena setiap orang berhak memaknai kebenaran secara berbeda, Namun esensi dari membangun bersama itulah yang harus tetap dijaga.

Namun hari ini bibit perpecahan itu semakin kencang berhembus. Setiap hari kita disuguhi perbedaan pendapat yang semakin meruncing dan semakin mengarah pada disintegrasi bangsa ini. Kondisinya bagai menyimpan api dalam sekam yang jika tidak cepat disadari bersama, maka akan membakar hangus semua yang ada di dalamnya. Termasuk saya.

Hal ini membuat saya seringkali bertanya, mengapa sepertinya ada yang sengaja menciptakan konflik horisontal ini? Apa yang mereka cari? Sampai kapan konflik ini akan tetap berlangsung? Dan apa yang akan terjadi kedepannya? Apakah Indonesia masih akan baik-baik saja?

Pertanyaan ini seringkali datang dan memaksa saya untuk sedikit merenungkan, apa yang bisa saya lakukan untuk memperbaiki ini, benarkah memang harus ada pertarungan antara “Jahat Vs Baik” yang terus menerus hingga hari akhir nanti?

Akhirnya saya mencoba memikirkan jawaban saya sendiri, karena ini mungkin yang paling pas buat saya. Jika pembaca memliki jawaban yang berbeda dengan saya, tentu saya akan sangat menghormati pendapat tersebut.

Menurut hemat saya, pada akhirnya bukan dimana kita berdiri dalam artian hubungan sosial masyarakat. Bukan bendera apa yang kita pegang dan junjung tinggi-tinggi, namun pada bagaimana melihat keseluruhan orang disekitar kita. Baik yang berbeda pandang, maupun yang memiliki kesamaan pandangan. Ini semua tentang arti bagaimana kita menjaga apa yang diwariskan oleh para pendahulu kepada kita, dalam lingkup bernegara. Saya boleh berbeda keyakinan, namun tujuan bernegara harus sesuai dengan apa yang sudah disepakati bersama. Yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Apa yang dapat kita lakukan atau kebaikan kecil apa yang dapat dilakukan yang berguna bagi orang disekitar. Tanpa mencederai atau merusak toleransi yang selama ini sudah terbangun. Ndak perlu berpikir besar, tapi mulai saja dari sebuah pertanyaan sederhana yaitu “Apakah apa yang akan saya perbuat akan merusak kebersamaan atau membangun kembali hubungan sosial tersebut?”

Pikirkan kembali sebelum memposting berita atau status yang berpotensi merusak hubungan kita dengan orang-orang terdekat kita.

Apakah saya melarang jika ada yang merasa perlu untuk meluruskan atau klarifikasi atas berita yang dimuat? Tentu tidak, namun jika kita belum memliki pemahaman yang cukup atas sebuah permasalahan, maka akan lebih baik jika berdiam atau mencoba meneruskan berita tersebut kepada pakar yang berkompeten di bidangnya, maka itu akan lebih baik.

Namun jika merasa harus berdebat atau beradu argumen, maka berargumenlah dengan sehat. Hati boleh panas namun kepala tetap dingin, sehingga argumen yang disampaikan akan lebih mengena kepada orang lain yang mungkin membaca perdebatan tersebut. Jika kawan berargumen sudah mulai menyerang secara personal, maka sudahi perdebatan. Masyarakat sudah semakin cerdas akan pihak yang pada dasarnya tidak memiliki kompetensi atau sekedar mementingkan citra yang mati-matian diperjuangkan oleh orang tersebut.

Tentu saja pendapat diatas masih menyisakan beberap pertanyaan seperti, apakah kita harus berdiam diri jika nilai-nilai yang kita percaya sedikit demi sedikit digerus oleh mereka, hanya karena mereka masih saudara kita?

Jika kita memiliki ilmu dalam meng-counter pernyataan yang bersebrangan pihak dengan kita, mengapa tidak kita sampaikan dengan baik dan benar kesalahan pendapat tersebut. Dan jika menurut kita ada yang perlu diperbaiki dari pernyataan tersebut, namun kita belum memliki ilmunya, maka zaman ini memiliki banyak kemudahan dalam mencari informasi atau ilmu yang kita perlukan untuk memperbaiki pendapat tersebut. Kemudian sampaikan dengan cara yang baik dan gaya bertutur yang benar.

Walaupun pada akhirnya ada perbedaan pendapat yang mungkin tidak dapat dicarikan titik temunya, namun hakikatnya kedua insan yang berbeda pendapat tersebut sudah memperkaya diri masing-masing dengan mengetahui perbedaan diantara dirinya dengan orang lain. Dan jadikan itu sebagai rahmat, bukan sebagai penghalang untuk mencapai tujuan bersama. Yaitu menjaga negeri ini dan mewariskannya kepada generasi penerus kita.

Semoga setelah pilkada ini kita kembali menghimpun energi yang terserak, dan kembali bersatu untuk sebuah tujuan yang lebih besar, karena pilkada itu kecil jika harus dibandingkan dengan keaneka ragaman bangsa ini.




No comments:

Post a Comment