Oleh: Khairul Fajri. S.Pd
Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam
bukunya “Why Asians Are Less Creative Than Westerners” (2001) "Mengapa
orang Asian kalah kreatif dari org barat". Buku yang dianggap
kontroversial & provokatif, tapi ternyata menjadi “best seller"
Mengemukakan beberapa hal tentang bangsa2 Asia yg telah membuka mata & pikiran banyak orang:
1. Bagi kebanyakan orang Asia, dlm budaya mereka, ukuran
sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil,
uang dan harta lain). Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang
dihargai. Akibatnya, bidang kreativitas kalah populer oleh profesi
dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan
seorang untuk memiliki kekayaan banyak.
2. Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih
dihargai daripada CARA memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila
lebih banyak orang menyukai cerita, novel, sinetron atau film yang
bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta
karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran
pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu yg
wajar.
3. Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan
berbasis “kunci jawaban” bukan pada pengertian. Ujian Nasional, tes
masuk PT dll semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa
diharuskan hafal rumus-rumus Imu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan
diarahkan untuk memahami kapan & bagaimana menggunakan rumus-rumus
tsb
4. Karena berbasis hafalan, murid2 di sekolah di Asia
dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all
trades, but master of none” (tahu sedikit sedikit ttg banyak hal tp
tidak menguasai apapun).
5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi
juara dalam Olimpiade Fisika & Matematika. Tapi hampir tidak pernah
ada orang Asia yg menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yg
berbasis inovasi & kreativitas.
6. Orang Asia takut salah (KIASI) & takut kalah
(KIASU). Akibatnya sifat eksploratif sebagai upaya memenuhi rasa
penasaran & keberanian utk mengambil risiko kurang dihargai.
7. Bagi kebanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh,
makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di
sekolah.
8. Karena takut salah & takut dianggap bodoh, di
sekolah atau dlm seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya
tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru/narasumber untuk
minta penjelasan tambahan.
Dalam buku tsb diatas Profesor Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sbb:
1. Hargailah orang karena pengabdiannya bukan karena kekayaannya.
2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yg paling disukainya.
3. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi
matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y
harus dihafalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tp
benar-benar dikuasainya.
4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan passion (rasa
cinta)nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau
profesi tertentu yg lebih cepat menghasilkan uang.
5. Dasar kreativitas adalah rasa penasaran berani ambil resiko. AYO BERTANYA!
6. Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang tahu segalanya. Mari akui dengan bangga kalau KITA TIDAK TAHU!
7. Passion manusia adalah anugerah Allah, sebagai orang tua
kita bertanggung-jawab utk mengarahkan anak kita utk menemukan
passionnya & mensupportnya.
Mudah2n dengan begitu, kita bisa memiliki anak-anak & cucu serta
murid-murid yang kreatif, inovatif tp jg memiliki integritas, bermoral
yg baik & memiliki idealisme tinggi.
Semoga bermanfaat, selamat beraktifitas dengan semangat dengan penuh syukur.
Opini yang dimuat adalah sepenuhnya milik
penulis risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online
No comments:
Post a Comment