Friday 18 September 2015

Berteknologi Tanpa Iman



Oleh : Asmarnita, S.PdI
Melirik kepada realita yang terjadi terhadap bangsa kita akhir-akhir ini, banyak sekali kejahatan sosial yang bergelut disekeliling kita. Bukan hanya di kota-kota besar akan tetapi sudah berkembang dan menjalar di kehidupan sosialnya pedesaan. Ketika perut tidak dipenuhi tuntutannya, sedangkan sederet mobil mewah silih berganti parkir di depan berbagai restoran cepat saji di sepanjang jalan, atau ketika para perempuan yang wangi berseliweran menenteng shopping-bag yang di depannya tertempel berbagai merek terkenal,
melewati para perempuan gembel di penyebrangan jalan yang menengadahkan tangan hanya sekedar menggugurkan tuntutan anak-anaknya yang setia menanti di bawah kolong jembatan demi segenggam makanan. Dan sederet lukisan menggenaskan yang menggambarkan betapa luasnya jarak bentang antara mereka yang kaya dengan yang papa/miskin. Mereka yang hidup dengan gaya hedonis yang berlagakkan pesimis. Lantas masih adakah harapan yang dapat merubah wajah negeri tercinta ini, yang secara perlahan dapat merubah raut wajah bangsa. Bangsa yang sudah terlanjur terkenal sopan tapi melarat. Bangsa yang terkenal religious tapi miskin, dan bangsa timur yang terkenal dengan kefakirannya. Dapatkah wajah-wajah itu berubah? Atau malah akan semakin parah.

Inilah tantangan kita bersama, tantangan bangsa dan umat muslim Indonesia yang katanya jumlahnya menjuarai berbagai umat agama lainnya di dunia umumnya, dan di Indonesia khususnya. Maka untuk mengubah semua itu kita tidak pelu menengok dan berharap lebih kepada orang lain, tetapi mulailah dulu dari diri kita sendiri. Jangan terlalu mengharap banyak dan menghayal adanya kesuksesan tanpa ada sebuah permulaan. Meraba diri kita sejauh manakah kepekaan sosial kita? Sudahkah hari ini kita menyapa tetangga di samping rumah kita? Sudahkah kita memberikan senyuman kepada front office yang berdiri di belakang mejanya? Sudahkah kita menyempatkan diri melongok keluar jendela mobil kita untuk sekedar menyapa para tukang ojek yang setiap hari mangkal di perempatan jalan yang selalu kita lalui? Atau jangan-jangan kita tidak pernah melakukan itu semua? Karena kita terlalu asyik dan sibuk dengan televisi, hand phone, note book, tablet, atau blackberry yang kita punya. Berbagai benda yang berhasil membawa kita menjelajahi dunia dan mengangkat derajat kita sebagai orang modern yang melek media, lalu apakah artinya melek media kalau itu membuat kita terkungkung dalam tempurung imagenasi bukan realita. Apalah artinya melek teknologi bila kita buta realita.

Sungguh berbagai kemajuan teknologi itu telah banyak kita gunakan, dan tidak dapat dipungkiri bahwa kita memang membutuhkannya. Dan benar, teknologi itu telah memudahkan pekerjaan kita, yang jauh jadi terasa dekat dan membuat kita lebih mengenal dunia, akan tetapi jangan sampai menggeser posisi tetangga-tetangga dekat kita, karena inilah virus individualitas yang harus dihindari seperti yang telah dijelaskan dalam alquran surat An-Nisa’ ayat 36:

36.  Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.

Bila dilihat sepintas lalu ayat di atas menyandingkan antara pelanggaran menyekutukan Allah swt, dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, karib kerabat, tetangga dan lain sebagainya. Ini dapat diterjemahkan dan dikaji bahwa menjalin hubungan dan menciptakan jejaring sosial tidak kalah pentingnya dengan mentauhidkan Allah swt. Ketika kita mnegabaikan perintah yang termaktub dalam ayat di atas, maka kebangkrutan sosial itu akan terjadi. Itu semua akibat ulah manusia yang enggan menjalin silaturahmi dengan sesamanya, sehingga terlahirlah individualisme yang banyak menggantungkan hidup pada berbagai benda teknologi yanga tak berjiwa dan tak bernyawa.

Ketergantungan ini haruslah segera kita sadari, karena bila penggunaan itu tidak dilandaskan atas kesadaran, akan mengarah pada kehancuran akhlaq dan juga keimanan. Bahkan akan mengakibatkan kehancuran nila-nilai sosial, sehingga menambah rusaknya sendi kehidupan berbangsa, seperti yang terjadi sekarang ini. Dengan kata lain berbagai patologi sosial seperti pencurian, perampokan, pembunuhan, gelandangan dan berbagai pelanggaran norma sosial lainnya disebabkan karena tiadanya interaksi sosial dan melemahnya control di dalamnya. Ini semua di karenakan pola pikir kehewanan terhadap teknologi yang kebablasan. Semoga Allah swt membukakan hati kita semua, dan menjaga agar tetap sadar dan ingat akan berbagai bahaya yang mengancam manusia muslim indonesia yang hidup di Negara yang sedang demam modernisme dan liberalisme ekonomi. Karena itulah sesungguhnya yang akan menjauhkan kita dari saudara sesama muslim dan menggantikannya dengan berbagai benda teknologi yang kering tanpa jiwa.
  
image source
Opini yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan risalah-online

No comments:

Post a Comment