Oktarizal Fiardi
Dalam perjalanan menuju
Uhud, Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh munafik Madinah berhasil menghasut kurang
lebih 300 orang pasukan agar tidak ikut serta dalam perang Uhud. Pasukan yang
semula berjumlah 1.000 orang kini hanya tersisa 700 orang.
Sejarah mencatat,
mundurnya 300 pasukan atas hasutan Abdullah bin Ubay bin Salul sama sekali
tidak mempengaruhi kemampuan bertempur kaum muslimin. Di permulaan perang, tetap
saja kaum muslimin yang kalah dalam jumlah pasukan, mampu memporakporandakan
barisan musuh yang jumlahnya tiga kali lebih banyak. Bahkan, kaum wanita
musyrikin yang dikomandoi Hindun binti“Utbah, istrinya Abu Sufyan lari
terbirit-birit.
*****
Ceritanya jadi berbeda,ketika
pasukan pemanah yang diberi amanah untuk menjadi benteng bagian belakang kaum
mulsimin melanggar titah Sang Nabi. Mereka diperintah agar tetap berada di Uhud
dalam kondisi apapun. Apapun yang terjadi mereka tak boleh beranjak meninggalkan
Uhud.
Namun apa daya, tatkala
melihat kemilau harta rampasan perang di medan tempur, mereka lupa akan tugas
utamanya; menjaga benteng bagian belakang kaum muslimin agar tak ditembus
musuh. Bukit Uhud mereka tinggalkan tanpa
penjaga.
Disinilah petaka itu
bermula. Khalid bin Walid sebagai panglima kaum musyrikin membaca peluang ini
dengan sangat jeli. Pasukannya yang hampir kalah dibawa memutar ke bagian
belakang Uhud yang tak lagi berpenjaga. Serangan besar-besaran dimulai.
Kemenangan kaum muslimin yang sudah di depan mata melayang entah kemana.
Kesalahan pasukan
pemanah mewariskan duka yang tiada terhingga bagi kaum muslimin. Sang Rasul,
dari wajahnya yang mulia mengalir darah dan gigi gerahamnya ikut patah. Singa
Allah, Hamzah bin Abdul Muthalib kehilangan nyawa, perutnya dibelah dan hatinya
dikunyah-kunyah Hindun tanpa rasa iba. Thalhah bin Ubaidillah, Sang Syahid yang
Berjalan di Bumi di tubuhnya ada tujuh puluh lebih bekas luka. Dan tujuh puluh
sahabat terbaik meraih predikat sebagai syuhada’.
Sungguh sebuah duka
yang penuh nestapa!
“Dan sesungguhnya Allah
telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan
izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan
mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang
kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada
orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka
untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai
karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.”
(QS. Ali Imran: 152)
*****
* Sedikitnya jumlah
pasukan dan keterbatasan perlengkapan perang seringkali tidak mempengaruhi
hasil akhir sebuah pertempuran. Bukan dari sini kekalahan bermula. Maksiat dan
dosa pasukan biasanya menjadi awal mula pemancing datangnya petaka dan
kekalahan. Makanya, tak mengherankan, setiap kali mengirim pasukan, Umar selalu
berwasiat agar seluruh prajurit benar-benar menjaga dan menjauhkan diri dari
dosa dan maksiat. Umar sangat menyadari, jika pasukan kaum muslimin sama saja
dengan musuhnya dalam hal maksiat, sementara musuh unggul dalam jumlah dan
perlengkapan. Tentu saja dengan keunggulan jumlah pasukan dan sarana, mereka
akan mudah mengalahkan pasukan kaum muslimin.
* Ketika berjuang dalam
bingkai jama’ah, kesalahan yang dilakukan individu atau segelintir orang tidak
hanya berefek kepada mereka yang berbuat. Lebih dari itu, efeknya bisa menjalar
ke individu lain atau bahkan kepada jama’ah secara keseluruhan. Jangan sampai
dosa dan maksiat yang kita perbuat menyebabkan kekuatan shaf menjadi rapuh,
umat kehilangan wibawa dan harga diri, sehingga kemenangan yang diimpikan pun
tak kunjung datang.
No comments:
Post a Comment