Sunday, 27 March 2016

Anak Desa



Oleh: Lita Oktaviani

Hari masih subuh saat terdengar suara ramai dari luar rumah,suara anak-anak yang sedang berolahraga pagi,sekitar  6-8 orang. Dengan sarung yang disalempangkan, peci yang masih terpasang, dan tanpa alas kaki atau sengaja melepas alas kaki, mereka berolahraga menelusuri perkampungan,kadang bila mereka bersepeda,mereka bisa sampai di sungai yang ada di kampung sebelah dan pulang setelah matahari agak tinggi,tentunya setelah mereka puas mandi disana.

Amak bersiap-siap hendak berangkat ke balai saat anak-anak itu lewat depan rumah. Mereka berteriak-teriak memanggil Ahmad. Amak segera membangunkan anak bungsunya itu.

“Ahmad,jago lai. Kawan-kawan lah maimbau”

Ahmad menggeliat,membuka sedikit matanya,menarik selimut kemudian terpejam lagi.

Amak memanggil  Santi yang sedang menghidupkan api tungku dan menyuruhnya untuk membangunkan adiknya.

“Ahmad, tapi ka pai lari pagi, kawan-kawan lah manunggu di lua” Santi menggoyang-goyangkan tubuh gendut adiknya.

Dengan mata yang sedikit terpejam, Ahmad terpaksa bangun lalu mencuci muka dan bergabung bersama teman-temannya. Santi kembali  ke dapur,menghidupkan api , hujan lebat semalam membasahi tungku, jadi ia perlu usaha yang lebih keras  untuk menghidupkannya.

Setelah menitipkan peci dan sarung di rumah Ahmad,tanpa buang-buang waktu,Ahmad Cs menjalankan aksinya berkeliling kampung. Melewati sawah, jalan setapak,dan berakhir di sungai, di belakang rumah Toni. Ada yang duduk-duduk melepas lelah,ada pula yang langsung  menceburkan diri ke dalam sungai. Berenang dan saling mencipratkan air.

Menjelang siang,amak sudah sampai di rumah lengkap dengan barang belanjaan. Amak membawa belanjaan ke dapur. Ia memanggil-manggil Santi.

“Santi…Santi…” sahut Amak.

“ iya mak” Santi yang sedang cabut rumput di samping rumah segera menemui Amak.

Amak lah pulang? Bali apo Mak?” Tanyanya sambil mengeluarkan barang satu persatu dari keranjang.

“bueklah gulai lauak jo belimbing, Amak ka manjamua padi”

 Ahmad pulang saat matahari sudah mulai condong.bergegas ia ke kamar mandi,menimba air lalu membersihkan badannya. Setengah jam kemudian, ia telah bersiap-siap hendak pergi mengaji.Ia mengambil peci dan buku iqro’.

“ pai dulu mak” pamit ahmad. Ia sudah di tunggu teman-temannya.
 
Selepas Ashar, Ahmad dan teman-temannya mulai mengaji. Riuh rendah terdengar suara anak-anak yang mengaji di tempat masing-masing,melancarkan bacaan sebelum di panggil ke depan oleh Bang Dahlan. Tepat jam sembilan,Ahmad dan teman-temannya selesai mengaji. satu persatu santri menyalami guru mengajinya. 

Ada yang langsung pulang,ada pula yang tinggal di surau. Ahmad dan teman-teman bermain sepak tekong sementara santri putri bermain lompat tali di halaman surau. 

Langit telah menyemburatkan warna kemerah-merahan ketika Ahmad menyudahi permainannya. keringat membasahi sekujur tubuhnya. Dengan menenteng sandal yang putus saat bermain,kaki celana yang digulung,ia melangkah pulang. Amak terkejut melihat Ahmad yang basah oleh keringat. Ia menyuruh Ahmad mandi lalu sholat magrib.

“ mak,tadi waktu mangaji, bang dahlan mengecek an kalo kito nak masuak surga, ndak buliah malawan ka urang tuo. Ahmad minta maaf yo mak,kalo ahmad banyak salah. Ahmad mau jadi anak sholeh”

Mata amak berkaca-kaca mendengar penuturan anak laki-lakinya yang baru kelas dua SD . Santi yang saat itu berada di samping adiknya,juga tak kuasa menahan haru.

Pagi yang cerah. Mentari bersinar terang, burung-burung ramai berkicau di pepohonan. Santi mengeluarkan sepeda dari pintu samping sementara Ahmad menunggu depan rumah. Setelah mencium tangan Amak dan mengucapkan salam,mereka pamit berangkat sekolah. Santi meletakkan tasnya di keranjang sepeda dan Ahmad duduk di boncengan. Jalan yang berkerikil menggoyang-goyang tubuh mereka. Santi hampir kehilangan keseimbangan.
 
Jam 7.00 mereka sampai di sekolah. Santi memarkir sepedanya lalu masuk kelas. Ahmad juga berjalan menuju kelasnya. Setengah jam kemudian,lonceng berbunyi, Bu Yasmin,selaku Guru kelas dua masuk bersama dengan seorang anak laki-laki. Ia memperkenalkan dirinya, Reza. Bu Yasmin menyuruhnya duduk di sebelah Ahmad. 

Sebulan telah berlalu, namun Reza lebih memilih sendiri daripada bergabung dengan teman-teman. Sering ia terlihat bermain sendiri dengan permainan yang ia bawa dan sesering itu pula ia terlihat bosan. Seperti hari ini, ia duduk sendiri di kelas sementara yang lain istirahat. Ia melipat tangannya dan menyenderkan wajahnya disana, pandangannya menatap ke luar kelas,memperhatikan Amin bermain gasing. Ahmad yang melihatnya, menghampiri dan mengajaknya bermain. Awalnya ia menolak, namun karena terus di bujuk,akhirnya ia mau juga. Ia berdiri saja mencermati permainan gasing apalagi saat gasing Ahmad mengenai gasing Amin, permainan bertambah seru. Ia tertarik untuk mencoba dan ikut bermain,tapi sangsi.

“ Reza, ini buat kamu” Toni mengulurkan sebuah gasing

“ untuk saya? tidak usah,makasih. Saya juga punya” ia mengeluarkan sebuah gasing yang bentuknya lebih modern dari saku celana.

“kamu yakin tidak mau?”

“ehm…”

“bermain dengan gasing yang dari kayu lebih seru Reza,kalo nggak percaya, coba aja mainin” Ujar Aldi, yang juga murid pindahan enam bulan yang lalu.

“ehm…iya deh” Reza mengambil gasing dari tangan Toni dan permainan gasing di mulai dari awal lagi.

“ besok kita main lagi ya. Aku penasaran, kok nggak pernah menang ya” ujarnya sambil tersenyum

“ kalo mau menang,belajar dulu sama Ahmad”

“ kenapa begitu?”

“ dia yang paling jago main gasing”

“ok lah, Ahmad nanti ajari aku main gasing ya”

Ahmad mengangguk. Percakapan mereka terhenti karena Bu Yasmin sudah masuk untuk memberikan pelajaran selanjutnya.


 

Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online


No comments:

Post a Comment