Monday, 29 February 2016

Menyelami Nilai-Nilai Tarbawi Surat al Insyirah (I)






Oktarizal Fiardi

Bukankah Kami telah melapangkan bagimu; dadamu? (al Insyirah:1)

1.                  Kenapa dada RasuluLlah Saw. terasa sesak dan sempit?

Ketika seseorang punya keinginan dan cita-cita, kemudian tiba-tiba dia menemukan dinding penghalang untuk mewujudkan keinginan dan cita-citanya. Maka, saat itu juga dadanya akan terasa sempit dan sesak. Ketika dinding penghalang itu roboh, maka dadanya akan terasa begitu lapang. Jiwanya akan tenang. Hatinya akan senang. Perasaannya pun akan riang.

RasuluLlah Saw.  begitu sedih melihat kondisi umat manusia yang terombang-ambing dalam kesesatan dan jauh dari petunjuk kebenaran. Dadanya terasa  sesak membayangkan umat manusia yang berada di ambang kebinasaan jika mereka jauh dari hidayah. Bagaimana menyelamatkan umat manusia? Bagaimana agar cahaya hidayah bisa menerangi mereka? Pertanyaan-pertanyaan ini selalu terlintas dalam hati beliau. Menjadi beban berat di pundaknya.Hal ini membuat dadanya terasa sempit dan sesak.

Menjadi kemestian bagi seorang da’i untuk selalu berdialog dengan jiwanya seraya bertanya, “Apa yang menjadi beban pikiran saya?” “Apa yang membuat saya sedih?” dan “Apa yang membuat dada saya terasa sesak lagi sempit?”

Ketika melihat Shalahuddin al Ayubi selalu dalam keadaan muram dan tidak pernah tersenyum, salah seorang prajuritnya bertanya, “KenapaKamutidak pernah tertawa?” Shalahuddin al Ayubi menjawab, “Bagaimana mungkin saya bisa tertawa sementara al Quds masih dijajah oleh Nasrani.”

2.                  Allah Swt. telah melapangkan dada RasuluLlah Saw.

Allah Swt. telah memberikan perasaan damai kepada Nabi Saw.. Allah Swt. telah lapangkan dadanya dengan cahaya hidayah. Allah Swt. telah anugerahkan ketenteraman hati sehingga segala sesuatu terasa mudah baginya.

Ketenangan hati dan kelapangan dada adalah salah satu kunci utama untuk mewujudkan kesuksesan dakwah. Beban berat dakwah hanya akan mampu dipikul oleh para da’i yang berhati lapang. Sementara, mereka yang berhati sempit biasanya akan berguguran di jalan dakwah.

Ketika mendapat perintah berdakwah, dalam munajatnya Nabi Musa a.s berdoa dengan penuh harap, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku.” (Thaha: 25-26)

3.                  Ilmu yang bermanfaat akan melapangkan dada

Harta, jabatan dan anak tidak akan pernah menjadi penyebab hati seseorang merasa tenang dan tenteram. Justru sebaliknya. Harta, jabatan dan anak bisa menjadi penyebab kesedihan dan kegelisahan. Seorang yang punya harta pasti khawatir hartanya akan berkurang dan hilang. Pejabat takut akan dicopot dari jabatannya. Orang tua merasa cemas jika anaknya sakit atau tertimpa musibah.

Ketenangan dan ketenteraman hati akan diraih oleh mereka yang berilmu. Tidak semua ilmu yang akan mengantarkan seseorang meraih ketanangan. Seseorang yang berilmu tidak akan tenang jika ilmunya diniatkan untuk mengejar popularitas. Ilmu yang diniatkan untuk mendapatkan jabatan juga tidak akan mendatangkan kedamaian.

Hanya ilmu bermanfaat yang bisa memberikan ketenangan hati kepada pemilknya. Ilmu yang mengenalkan pemiliknya dengan sang Khalik. Ilmu yang menghadirkan rasa takut dan selalu merasa berada dalam pengawasan Allah. Ilmu yang menyucikan jiwa dan menghiasi pemilknya dengan akhlak terpuji.

4.                  Sikap lapang dada RasuluLlah Saw.

Sebagai pribadi mulia yang yang dihiasi dengan kesempurnaan akhlak, RasulLlah Saw. telah memberikan keteladanan kepada umatnya untuk bisa menyikapi segala sesuatu dengan lapang dada. Berikut ini contoh sikap lapang dada RasuluLlah Saw.;

Bersabar menghadapi para penentang dakwah
Dalam salah satu kesempatan di perang Uhud, ketika gigi RasuluLlah Saw. patah dan wajahnya terluka, beliau berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengetahui.”

Doa ini menjadi bukti nyata betapa lapang dadanya RasuluLllah Saw. Meskipun sudah disakiti dan wajahnya sampai terluka, beliau masih tetap mendoakan hidayah untuk mereka yang menentang dakwahnya.

Kepada penentang dakwah saja kasih sayang beliau sungguh luar biasa. Apalagi kepada orang-orang beriman.

“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan dan penyayang terhadap orang-orang beriman.” (QS. At Taubah: 128)

Bersabar terhadap perilaku pendukung dakwah
Seusai perang Hunain, RasuluLlah Saw. membagikan rampasan perang kepada beberapa tokoh Mekah yang baru masuk Islam. Beliau berharap agar pemberian ini bisa mengokohkan hati mereka dalam Islam.

Menyaksikan pembagian ini,  sahabat Anshar merasa cemburu dan terpinggirkan. Di antara mereka ada yang melontarkan ucapan, “RasuluLlah Saw. telah bertemu dengan kaumnya.”

Mendengar perkataan sahabat Anshar, RasuluLlah Saw. mengumpulkan mereka dan berkata, “Sungguh demi Allah, seandainya kalian mau, kalian dapat mengatakan kepadaku, dan perkataan kalian benar adanya. Kalian bisa mengatakan, ‘Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, lalu kami membenarkanmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terabaikan, lalu kami menolongmu. Engkau datang kepada kami dalam keadaan menderita, lalu kami menampungmu. Dan engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara, lalu kami membantumu.’”

Selanjutnya RasuluLlah Saw. mengatakan, “Wahai sahabat Anshar, apakah kalian tidak rela bila orang lain pergi membawa kambing dan unta, sedangkan kalian pulang membawa Rasulullah?”

RasuluLlah Saw. melanjutkan, “Demi zat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya tidak ada hijrah niscaya saya adalah salah seorang dari kaum Anshar. Seandainya seluruh manusia menempuh jalan di suatu lereng bukit dan kaum Anshar menempuh jalan di lereng bukit yang lain, saya akan lewat di lereng bukit bersama orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah sahabat Anshar, anak-anak, dan cucu-cucu mereka.”

Demi mendengar itu semua, menangislah mereka hingga jenggot mereka basah dengan air mata. Di antara sedu-sedan itu mereka berkata, “Kami rela mendapat bagian RasuluLlah Saw!”

Bersabar terhadap perilaku orang jahil

Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., “Pada suatu ketika aku berjalan bersama-sama RasuluLlahSaw. Saat itu, beliau memakai selendang buatan Najran yang tebal pinggirnya. Tiba-tiba seorang Arab badui mendapatkan beliau, lalu ditariknya selendang Nabi tersebut sekuat-kuatnya, sehingga kulihat selendang tersebut membekas di leher RasuluLlahSaw. karena kuatnya tarikan. Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Muhammad, perintahkanlah kepada bendahara Tuan agar memberikan harta yang ada dalam pengawasan Tuan kepadaku.” RasuluLlahSaw. menoleh kepada orang itu sambil tertawa. Kemudian diperintahkanlah oleh beliau agar orang itu diberi sedekah.”   

Bersambung...




Tulisan yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis  risalah-online, bukan merupakan pernyataan dari risalah-online

No comments:

Post a Comment