Oleh : Oktarizal Fiardi
Setiap orang memiliki kesempatan hidup
yang berbeda-beda. Di antara manusia ada yang Allah berikan usia yang panjang.
Bahkan tak jarang, ada yang usianya melewati angka seratus. Dan yang hanya
diberi kesempatan hidup terbatas dengan usia yang singkat jumlahnya juga tidak
sedikit. Bahkan ada yang ketika masih bayi harus relaberpisah dengan kehidupan.
Panjang atau pendeknya usia bukanlah standar
keberhasilan dalam menjalani lika-liku hidup. Sebagian orang yang dikaruniakan
usia panjang ada yang tidak mampu berbuat apa-apa. Setelah meninggal, dia
dilupakan begitu saja. Tidak ada kenangan yang ditinggalkan untuk generasi yang
datang setelahnya.
Manusia paling beruntung adalah mereka
yang mampu memanfaatkanusianya untuk melakukan kerja-kerja besar. Mampu
meninggalkan berbagai kenangan untuk generasi setelahnya. Mampu mewariskan
karya-karya monumental untuk mereka yang datang di kemudian hari.
Untuk menjadi manusia yang dikenang dan
diabadikan sejarah, umur yang panjang bukanlah syarat utama. Sejarah telah
mencatat, banyak mereka yang usianya tidak panjang tapi mampu melahirkan
karya-karya besar. Mampu menghadirkan hentakan-hentakan dalam perjalanan
sejarah.
Satu dari sekian banyak manusia hebat yang
mampu berprestasi dengan usia yang sangat terbatas adalah Imam Syahid Hasan al
Banna. Allah telah anugerahkan kepadanya keberkahan umur. Terlahir pada 14
Oktober 1906 dan meninggal pada 12 Februari 1949. Usianya hanya 43 tahun. Atau
lebih tepatnya 42.5 tahun. Tahun ini, tepat 67 tahun berlalu sejak beliau
mencapai cita-cita tertingginya; syahid di jalan Allah.
Dengan usia yang tidak sampai setengah
abad, Imam Hasan al Banna telah memberikan sumbangsih yang sangat besar untuk
dunia Islam. Beliau telah meninggalkan warisan yang sangat berharga untuk umat
Islam. Warisan berharga yang beliau tinggalkan itu bernama Ikhwanul Muslimin.
Hampir tidak ada kaum muslimin yang tidak mengenal Ikhwanul Muslimin. Ketika
disebutkan Ikhwanul Muslimin, ingatan kita akan langsung tertuju kepada sang
pendiri, Imam Syahid Hasan al Banna.
Agar
mampu meninggalkan pengaruh dalam kehidupan bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan
kerja keras, semangat yang tidak pernah padam, jiwa yang selalu menggelora. Dan
tentunya tak bisa terlepas dari taufik Allah.
Mencermati kehidupan Imam Hasan al
Banna, minimal ada 5 kelebihan yang menghiasi pribadinyasehingga usia beliau
begitu berkah. Beliaumampu menghadirkan karya besar dalam keterbatasan usianya.
1.
Ruhiyah yang tinggi disertai keikhlasan dalam amal
Nilai-nilai ruhiyah (spritual)
tidak bisa dipisahkan dari perjalanan hidup para tokoh. Nilai spritual memiliki
andil yang sangat besar dalam mengarahkan hidup setiap orang. Tak terkecuali
Imam Hasan al Banna. Beliau terkenal sebagai sosok laki-laki yang sangat
relijius. Memilki ruhiyah yang sangat tinggi dan selalu berusaha untuk
bertaqarrub kepada Allah.
Diceritakan oleh Ustadz Umar Tilmisani,
suatu ketika, beliau menemani Ustadz Hasan al Banna menghadiri muktamar di
Manzilah, Daqahliyah. Setelah muktamar selesai dan waktu tidur tiba, mereka
berdua menuju kamar tidur yang memiliki dua ranjang. Keduanya merebahkan diri
di tempat tidurnya masing-masing.
Setelah beberapa saat, Imam Hasan
Al-Banna berkata, “Apakah engkau sudah tidur, wahai Umar?”
Ustadz Umar Tilmisani menjawab, “Belum.”
Beberapa saat kemudian, pertanyaan itu
terulang lagi dan jawaban sama pun terulang.
Ustadz Umar Tilmisani berkata dalam
hati, “Apabila beliau bertanya lagi, maka tidak akan saya jawab.”
Imam Hasan Al-Banna menyangka Ustadz Umar
Tilmisani telah tidur. Maka beliau keluar dari kamar dengan mengendap-ngendap
sambil menenteng sandalnya. Beliau menuju kamar mandi untuk memperbarui wudhu.
Setelah itu menuju ke ujung ruangan, kemudian menggelar sajadah, lalu
melaksanakan shalat tahajud.
Mendekatkan diri kepada Allah dengan
berbagai amalan sunnah sudah menjadi karakter yang tertanam kokoh dalam diri
Imam al Banna. Dalam kondisi apapun belaiu selalu berusaha untuk tahajjud di
malam hari. Betapun padat dan banyaknya aktifitas yang dilakukan pada siang
hari tak pernah menghalanginya untuk tetap berkomunikasi dengan Allah lewat
tahajjud.
Kisah yang dituturkan Ustadz Umar
Tilmisani, selain menunjukkan tingginya ruhiyah Imam Hasan al Banna juga
mengisyaratkan betapa Imam Hasan al Banna selalu berusaha untuk menjaga
keikhlasan dalam setiap amalnya. Beliau berusaha menyembunyikan
amalan-amalannya dari pandangan manusia. Beliau berkeyakinan, meskipun tidak
ada makhluk yang menyaksikan amalannya, Allah pasti selalu menyaksikan kebaikan
yang dilakukan hamba-Nya.
Terkait dengan makna keikhlasan, beliau
pernah menjelaskan, “Yang saya maksud dengan ikhlas adalah seorang al-akh
hendaknya mengorientasikan perkataan, perbuatan dan jihadnya kepada Allah;
mengharap keridhaan-Nya dan memperoleh pahala-Nya, tanpa memperhatikan
keuntungan materi, prestise, pangkat, gelar, kemajuan atau kemunduran. Dengan
itulah ia menjadi tentara fikrah dan aqidah, bukan tentara kepentingan dan yang
hanya mencari manfaat dunia. “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (QS. al-An’am:162).
Dengan begitu, seorang Al-akh telah memahami makna slogan abadinya: “Allah
tujuan kami”.
2.
Memilki sikap optimis dan keyakinan yang kuat
Menelisik perjalanan hidup Imam Hasan al
Banna, sikap optimis dan yakin akan pertolongan Allah seakan-akan tidak bisa
dipisahkan dari kepribadian beliau. Sikap putus seolah-olah tidak menemukan
jalan untuk masuk ke relung hatinya. Selalu optimis dalam setiap keadaan.
Sikap optimis yang dimiliki Imam Hasan
al Banna tergambar sangat jelas dalam memoar beliau sebagai seorang aktifis
dakwah. Dalam satu kesempatan, beliau mengajak teman-temannya untuk berdakwah
di kedai-kedai kopi. Teman-temannya merasa aneh dengan ajakan untuk berdakwah
di kedai-kedai kopi. Mereka besikap skeptis dan tidak yakin untuk berdakwah di
hadapan orang-orang yang dalam pandangannya jauh dari nilai-nilai agama.
Meskipun teman-temannya tidak setuju, Imam Hasan al Banna tetap melanjutkan
idenya. Berdakwah di kedai-kedai kopi. Dengan pemilihan judul yang tepat dan
kata-kata-kata yang tidak menyakiti para pendengar, dakwah beliau berujung
dengan kesuksesan. Bahkan para pengunjung kedai kopi meminta beliau untuk
mengisi pengajian rutin.
3.
Sungguh-sungguh dan disiplin
Sikap sungguh-sungguh sudah menjadi
cerminan dalam kehidupan Imam Syahid. Beliau tidak mengenal kata lelah dalam
berdakwah. Dakwah selalu seiring sejalan dengan nafas beliau. Dakwah adalah
nafasnya. Dalam setiap desahan nafasnya terkandung nilai-nilai dakwah. Seluruh
gerak dan aktifitasnya beliau persembahkan untuk dakwah. Bahkan diam dan
istirahatnya pun juga untuk dakwah.
Mursyid kedua, Ustadz Umar Tilmisani
pernah bercerita dalam suatu kesempatan. “Suatu hari, saya dan beberapa orang ikhwah,
ikut dengan Imam Hasan al Banna ke Thanta untuk memenuhi undangan peresmian
masjid di sana. Pada hari itu, jadwal kami padat dengan agenda-agenda dakwah
sehingga mengharuskan kami menginap di Thanta. Menjelang subuh kami berangkat
ke stasiun kereta api jurusan Thanta-Kairo dan kami shalat subuh di sana.
Sampai di Kairo, kami pulang ke rumah masing-masing untuk melanjutkan
istirahat. Kecuali Imam Hasan al Banna, beliau pergi ke sekolah tempatnya
mengajar untuk menyampaikan pelajaran di jam pertama.”
4.
Kemuliaan akhlak
Rasul adalah teladan kami. Kata-kata ini
benar-benar terpatri dalam diri Imam Hasan al Banna. Akhlak mulia RasuluLllah
Saw. begitu tercermin dalam keseharian dan dakwahnya. Beliau sangat menyadari,
keindahan akhlak dan keluhuran budi pekerti memiliki daya pikat yang kuat untuk
mengajak orang mengenal dakwah Islam lebih dekat. Ini yang beliau terapkan
dalam kehidupannya.
\
Pernah suatu kali, salah seorang ikhwah,
mendaftarkan diri untuk ikut bergabung dalam rombongan Mujahidin yang akan berjihad
di Palestina. Sang ayah mengira Imam Hasan al Banna telah memprovokasi anaknya.
Dia pun mendatangi kantor pusat Ikhwan dalam keadaan marah dan melontarkan kata-kata
kasar kepadanya. Imam Hasan al Banna
sangat memahami perasaan sang ayah, beliau hanya diam dan tidak memberikan
komentar apapun menaggapi kemarahan tamunya. Ketika hendak meninggalkan kantor
pusat Ikhwan, sang ayah yang matanya sudah rabun tidak menemukan sepatunnya.
Seketika beliau kaget, Imam Hasan al Banna sudah berada di hadapannya dengan
membawa sepatu dan meletakkannya di kedua kakinya. Spontan sang ayah berucap,
“Imam Hasan al Banna telah menuangkan air yang sejuk ke dada saya.” Segala
kemarahan yang dibawanya sejak mendatangi kantor Ikhwan langsung hilang dengan
kemuliaan akhlak Imam Hasan al Banna.
Imam al Banna pun pernah mengatakan,
“Kita akan perangi musuh-musuh kita dengan menebarkan benih-benih cinta.”
5.
Semangat amar ma’ruf nahi munkar
Imam Hasan al Banna sangat menyadari,
kunci keberhasilan generasi awal umat Islam terletak dalam semangat amar ma’ruf
nahi munkar yang mereka milki. Tanpa semangat amar ma’ruf nahi munkar umat
Islam tidak akan pernah meraih gelar sebagai umat terbaik.
Semangat amar ma’ruf nahi munkar sudah
tertanam dalam diri Imam Hasan al Banna. Dalam memoarnya, beliau menceritakan
tentang Hasan al Banna kecil,
“Suatu hari di Mahmudiah, saya
berjalan-jalan di tepi sungai Nil. Di sepanjang sungai, khususnya di
perlintasan Mahmudiah, ditemukan banyak sekali pembuat kapal layar.Tiba-tiba
saya melihat seorang pembuat kapal yang menggantung patung perempuan telanjang
yang terbuat dari kayu di atas tiang kapalnya. Hal ini melukai perasaan saya.
“Ini jelas melanggar moral dan etika. Apalagi di tempat itu banyak sekali
perempuan yang pulang dan pergi mengambil air di sungai,” kenangnya.
Maka, saya pun pergi menemui aparat
pemerintahan setempat dan melaporkan hal tersebut kepadanya. Akhirnya, sang
aparat datang menemui pemilik kapal dan memberikan teguran. Kemudian memintanya
untuk menurunkan patung telanjang tersebut saat itu juga.
Keesokan harinya, karena aparat itu
merasa kagum dengan apa yang saya lakukan, ia pergi ke sekolah dan menemui
kepala sekolahnya. Karena KepaIa sekolah pun begitu kagum dan terpesona dengan
keberanian siswanya, beliau pun menceritakan kejadian tersebut di hadapan
seluruh siswa ketika apel pagi.”
Hari ini, Imam Hasan al Banna tidak lagi
ada bersama kita. Tapi, warisan pemikiran, semangat dakwah dan kemuliaan akhlak
beliau akan selalu hadir menemani hari-hari kita. Dalam sebuah pesannya kepada
para pemuda, beliau menyampaikan, “Sesungguhnya sebuah pemikiran itu akan
berhasil diwujudkan manakala kuat rasa keyakinan kepadanya, ikhlas dalam
berjuang di jalannya, semakin bersemangat dalam merealisasikannya dan kesiapan
untuk beramal dan berkorban dalam mewujudkannya.”
Tulisan
yang dimuat adalah sepenuhnya milik penulis risalah-online, bukan merupakan
pernyataan dari risalah-online
MASYA ALLAH
ReplyDelete